Advertise

Sabtu, 24 Mei 2014

Sastra Anak

0 komentar
A. Pendahuluan Sastra anak adalah sastra yang dibaca anak- anak dengan bimbingan dan pengarahan anggota dewasa suatu masyarakat, sedang penulisannya juga dilakukan oleh orang dewasa “karya yang khas dunia anak, dibaca anak, serta harus dibimbing orang dewasa/orangtua”. Hal yang tidak boleh dilupakan dalam memahami dan bergaul dengan sastra anak antara lain : • Bahwa kita berhadapan dengan karya sastra. Dengan demikian menggunakan elemen sastra yang lazim seperti sudut pandang, latar, watak, alur dan konflik, tema, gaya, dan nada. • Kita mendapat kesan yang mendalam dan serta merta kita temukan dalam sastra bahwa adanya kejujuran, penulisan bersifat langsung, serta informasi yang memperluas wawasan. Sastra anak bersumber dari pengalaman, pengetahuan umum, pemahaman psikologis, pedagogis, sosial, hukum, adat, budaya, bahkan agama. Sastra anak lahir kemudian diwariskan oleh nenek moyang secara turun temurun melalui lisan. Sastra anak secara formal dan intitusional dimulai pada abad ke-19. Tema yang diangkat pada sastra anak beragam mengenai masalah kehidupan apalagi jika disangkutkan dengan tujuan penulisannya seperti pendidikan, pengajaran, budi pekerti, lingkungan, kebudayaan, anak mandiri dan lainnya. Tema yang diangkat dalam sastra anak menjauhi unsur-unsur kekerasan dan asusila. Selain dimaksudkan untuk menghibur sastra anak juga dibuat sebagai alat penunjang pendidikan karena unsur-unsurnya yang mendidik. Pengajaran sastra di Sekolah Dasar (SD) diarahkan pada proses pemberian pengalaman bersastra. Siswa diajak untuk mengenal bentuk dan isi sebuah karya sastra melalui mengenal dan mengakrabi sastra sehingga tumbuh pemahaman dan sikap menghargai cipta sastra sebagai suatu karya yang indah dan bermakna. Karya sastra anak yang merupakan jenis bacaan cerita anak-anak merupakan bentuk karya sastra yang ditulis untuk konsumsi anak-anak. Sebagaimana karya sastra pada umumnya, bacaan sastra anak-anak merupakan hasil kreasi imajinatif yang mampu menggambarkan dunia rekaan, menghadirkan pemahaman dan pengalaman keindahan tertentu. Anak usia SD pada jenjang kelas menengah dan akhir sebagai pembaca sastra telah mampu menghubungkan dunia pengalamannya dengan dunia rekaan yang tergambarkan dalam cerita. Hubungan interaktif antara pengalaman dengan pengetahuan kebahasaan merupakan kunci awal dalam memahami dan menikmati bacaan cerita anak-anak. Bacaan tersebut ditinjau dari cara penulisan, bahasa, dan isinya juga harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan readiness anak. B. Pengertian Sastra Anak-Anak Secara konseptual, sastra anak-anak tidak jauh berbeda dengan sastra orang dewasa (adult literacy). Keduanya berada pada wilayah sastra yang meliputi kehidupan dengan segala perasaan, pikiran dan wawasan kehidupan. Yang membedakannya hanyalah dalam hal fokus pemberian gambaran kehidupan yang bermakna bagi anak yang diurai dalam karya tersebut. Sastra (dalam sastra anak-anak) adalah bentuk kreasi imajinatif dengan paparan bahasa tertentu yang menggambarkan dunia rekaan, menghadirkan pemahaman dan pengalaman tertentu, dan mengandung nilai estetika tertentu yang bisa dibuat oleh orang dewasa ataupun anak-anak. Apakah sastra anak merupakan sastra yang ditulis oleh orang dewasa yang ditujukan untuk anak-anak atau sastra yang ditulis anak-anak untuk kalangan mereka sendiri tidak perlu dipersoalkan. Huck (1987) mengemukakan bahwa siapa pun yang menulis sastra anak-anak tidak perlu dipermasalahkan asalkan dalam penggambarannya ditekankan pada kehidupan anak yang memiliki nilai kebermaknaan bagi mereka. Sastra anak-anak adalah sastra yang mencerminkan perasaan dan pengalaman anak-anak melalui pandangan anak-anak (Norton,1993). Namun demikian, dalam kenyataannya, nilai kebermaknaan bagi anak-anak itu terkadang dilihat dan diukur dari perspektif orang dewasa. Riris K Sarumpaet (1976:23) melihat empat titik yang membedakannya dengan bacaan orang dewasa: 1. Secara tradisional, bacaan anak-anak adalah bacaan tumbuh dari lapisan rakyat sejak zaman dahulu kala dalam bentuk mitologi, cerita-cerita binatang, dongeng, legenda, dan kisah-kisah kepahlawanan yang romantis. 2. Secara idealistis, bacaan anak-anak adalah bacaan yang patut dan universal, didasarkan pada bahan-bahan terbaik yang diambil dari zaman yang telah lalu dan karya-karya penulis terbaik masa kini. 3. Secara popular, bacaan anak-anak adalah bacaan yang bersifat menghibur, sesuatu yang menyenangkan anak-anak. 4. Secara teoritis, bacaan anak-anak adalah bacaan yang dikonsumsi anak-anak dengan bimbingan dan pengarahan orang dewasa. Ciri khas bacaan anak-anak adalah: 1. Adanya sejumlah pantangan, artinya karena pembacanya anak-anak, maka hanya hal-hal tertentu yang dapat dikisahkan pada anak-anak usia tertentu. 2. Penyajiannya dengan gaya langsung, tidak bertele-tele atau berbelit-belit. 3. Adanya fungsi terapan. C. Bahan Pembelajaran Sastra Anak Dalam kurikulum 2006 Standar Kompetensi yang berhubungan dengan sastra sebagai berikut untuk tingkat Sekolah Dasar, terdiri atas aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Aspek mendengarkan yang terkait dengan sastra yakni: siswa mampu mengapresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan mendengarkan hasil sastra. Aspek berbicara yang terkait dengan sastra yakni: siswa mampu mengapresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan melisankan hasil sastra. Aspek membaca yang terkait dengan sastra yakni: siswa mampu mengapresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan membaca hasil sastra. Aspek menulis yang terkait dengan sastra yakni: siswa mampu menulis prosa dan puisi sederhana. Membaca Puisi Hal-hal yang dinilai dari membaca puisi antara lain (1) pemahaman terhadap puisi, (2) ketepatan ucapan atau lafal, nada, irama, dan lagu kalimat, (3) kuat atau lemah keras atau lembut: jelas atau tidaknya suara (termasuk volume), (4) penghayatan dan penjiwaan terhadap puisi yang dibaca, (5) penampilan atau ekspresi pada waktu membaca puisi. Unsur Instrinsik, Struktur dan Ciri Karya Sastra serta Apresiasi Sastra untuk Anak Unsur intrinsik puisi bisa dilihat dari dua segi, yaitu: 1. Dari segi isi puisi yang terdiri atas: (a) tema; (b) rasa; (c) nada; dan (d) amanat. 2. Dari segi struktur yang terdiri atas: (a) diksi; (2) imajinasi; (c) kata-kata konkret; (d) gaya bahsa; (e) ritme/irama; (f) rima/bunyi. Menyusun Parafrase Puisi ke Prosa 1. Menyusun parafrase terikat adalah (1) memberikan makna lari, caranya dengan memberikan tambahan kata atau kata-kata pelengkap kata maupun tanda baca, yang diletakkan di dalam kurung; (2) memberikan makna lugas, caranya dengan mengubah bait menjadi paragrap dan menghilangkan tanda kurung;(3) memberikan makna kias, caranya dengan menafsirkan kata yang sekiranya bermakna kias; (4) memberikan makna utuh, caranya dengan memadukan antara makna lugas (a) dan makna kias (b) di atas menjadi satu kesatuan paragraph yang utuh dan padu. 2. Menyusun parafrase bebas adalah (1) membaca dan memahami secara keseluruhan suatu karya sastra; (2) memahami jenis perubahan yang akan dilakukan, baik bentuknya maupun redaksinya atau penggunaan bahasanya; (3) mengungkapkan kembali dengan redaksi bahasa dan bentuk yang berbeda tetapi isinya tetap sama. Menurut Brady (1991) dan Huck, dkk (1987) (dalam Nurgiantoro, 2005: 49) pemilihan bahan bacaan sastra anak perlu mempertimbangkan tahapan perkembangan anak yang meliputi tahap perkembangan intelektual, moral, emosional, dan personal, bahasa, dan pertumbuhan konsep cerita, karena tiap tahapan mempunyai karakteristik yang berbeda sejalan dengan perkembangan tingkat kematangan anak. Nurgiantoro menambahkan bahwa dalam pemilihan bahan bacaan anak harus didasarkan pada materi yang dapat dipahami anak, yang dituliskan dengan bahasa yang sederhana sehingga dapat dibaca dan dipahami anak, dengan mempertimbangkan kesederhanaan atau kompleksitas kosakata dan struktur. Sebagai bahan pertimbangan pemilihan bahan bacaan sastra, berikut dipaparkan pendapat pakar psikologi mengenai karakteristik anak pada kelompok usia tertentu. Anak usia 3 – 5 tahun 1. Pemungsian tahap praoperasional (Piaget). 2. Pengalaman pada tahap prakarsa versus kesalahan (Ericson). 3. Penafsiran baik buruk, boleh tidak boleh, berdasarkan konsekuensi fisik, hadiah atau hukuman. 4. Perkembangan bahasa berlangsung amat cepat, pada usia lima tahun sudah mampu berbicara dalam kalimat kompleks. 5. Perkembangan kemampuan perseptual seperti membedakan warna dan mengenali atribut yang berbeda pada objek yang mirip. 6. Cara berpikir bertingkah laku egosentris. 7. Belajar lewat pengalaman tangan pertama. 8. Mulai menyatakan sesuatu secara bebas. 9. Belajar lewat permainan imaginative. 10. Membutuhkan pujian dan persetujuan dari orang dewasa. 11. Kurang memperhatikan masalah waktu. 12. Mengembangkan rasa tertarik dalam aktivitas kelompok. Anak usia 6 dan 7 tahun 1. Beralih ke cara berpikir tahap operasional konkret (Piaget), mulai berpikir beda, menentang dan bersikap hati-hati. 2. Pengalaman pada tahap kepandaian versus perasaan rendah diri (Erikson). 3. Penerimaan konsep benar (baik), berdasarkan hadiah dan persetujuan. 4. Melanjutkan perkembangan pemerolehan bahasa. 5. Mulai memisahkan fantasi dari realitas. 6. Belajar berangkat dari persepsi dan pengalaman langsung. 7. Mulai berpikir abstrak, tetapi belajar lebih banyak terjadi berdasarkan pengalaman konkret. 8. Lebih membutuhkan pujian dan persetujuan dari orang dewasa. 9. Menunjukkan sensitivitas rasa dan sikap terhadap anak lain dan orang dewasa. 10. Berpartisipasi dalam kelompok sebagai anggota. 11. Mulai tumbuh rasa keadilan dan ingin bebas dari orang dewasa. 12. Menunjukkan perilaku egosentris dan sering menuntut. Anak usia 8 dan 9 tahun 1. Pemungsian tahap berpikir operasional konkret (Piaget), berpikir kini lebih fleksibel dan hati-hati. 2. Pengalaman pada tahap kepandaian versus perasaan rendah diri (Erikson). 3. Penerimaan konsep benar berdasarkan aturan. 4. Adanya perhatian dan penghormatan dari kelompok lebih penting. 5. Mulai melihat dengan sudut pandang orang lain dan semakin berkurang sifat egonya. 6. Mengembangkan konsep dan hubungan spesial. 7. Menghargai petualangan imaginatif. 8. Menunjukkan minat dan keterampilan yang berbeda dengan kelompoknya. 9. Mempunyai ketertarikan pada hobi dan koleksi yang bervariasi. 10. Menunjukkan peningkatan kemampuan mengutarakan ide ke dalam kata-kata. 11. Membentuk persahabatan yang khusus. Anak usia 10 – 12 tahun 1. Pemungsian tahap operasional konkret (Piaget), dapat melihat hubungan yang lebih abstrak. 2. Pengalaman pada tahap kepandaian versus perasaan rendah diri (Erikson). 3. Penerimaan masalah benar berdasarkan kenyataannya. 4. Memiliki ketertarikan yang kuat dalam aktivitas social. 5. Meningkatnya minat dalam kelompok, mencari kekariban dalam kelompok. 6. Mulai mengadopsi model ke orang lain daripada ke orang tua. 7. Menunjukkan minatnya pada aktivitas khususnya. 8. Mencari persetujuan dan ingin mengesankan. 9. Menunjukkan kemampuan dan kemauan untuk melihat sudut pandang orang lain. 10. Pencarian nilai-nilai. 11. Menunjukkan adanya perbedaan di antara individu. 12. Mempunyai citarasa keadilan dan peduli kepada orang lain. 13. Pemahaman dan penerimaan terhadap adanya aturan berdasarkan perbedaan jenis kelamin. Anak Usia dan Adolesens (Masa Remaja) 1. Pemungsian tahap operasional formal (Piaget), kemampuan untuk memprediksi, menginferensi, berhipotesis tanpa referensi. 2. Pengalaman tahap identitas versus kebingungan (Ericson). 3. Beralih ke tahap otonomi moral (Tahap 5 dan 6 Kohlberg). 4. Menunjukkan kebebasan dari keluarga sebagai langkah menuju ke awal kedewasaan. 5. Mengidentifikasi diri dengan orang dewasa yang dikagumi. 6. Menunjukkan ketertarikannya pada isu-isu filosofis, etis, dan religius. 7. Pencarian sesuatu yang idealistis. Bentuk karya sastra yang dijadikan bahan ajar sastra anak hendaknya memenuhi ciri-ciri sastra anak yang meliputi puisi, prosa, dan drama. Puisi anak memiliki ciri-ciri antara laian, bahasanya dapat dipahami anak, memiliki irama dan keindahannya, isinya sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Cerita anak memiliki ciri antara lain, latarnya dikenal anak, alurnya berbentuk maju dan tunggal, penokohannya dari kalangan anak, temanya tentang kehidupan sehari-hari, petualangan, olahraga, dan keluarga. Drama anak-anak memiliki ciri-ciri yang relatif sama dengan prosa yang berbeda segi dialog yang relatif sederhana dengan adegan yang tidak panjang. Sastra anak pantang dari hal-hal kekerasan, kehidupan yang pelik, dan percintaan yang erotis. D. Manfaat Sastra Anak-Anak Sebagai sebuah karya, sastra anak-anak menjanjikan sesuatu bagi pembacanya yaitu nilai yang terkandung di dalamnya yang dikemas secara intrinsik maupun ekstrinsik. Oleh karena itu, kedudukan sastra anak menjadi penting bagi perkembangan anak. Sebuah karya dengan penggunaan bahasa yang efektif akan membuahkan pengalaman estetik bagi anak. Penggunaan bahasa yang imajinatif dapat menghasilkan responsi-responsi intelektual dan emosional di mana anak akan merasakan dan menghayati peran tokoh dan konflik yang ditimbulkannya juga membantu mereka menghayati keindahan, keajaiban, kelucuan, kesedihan dan ketidakadilan. Anak-anak akan merasakan bagaimana memikul penderitaan dan mengambil risiko juga akan ditantang untuk memimpikan berbagai mimpi serta merenungkan dan mengemukakan berbagai masalah mengenai dirinya sendiri, orang lain, dan dunia sekitarnya (Huck, 1987). Pengalaman bersastra di atas akan diperoleh anak dari manfaat yang dikandung sebuah karya sastra melalui unsur intrinsik di dalamnya yakni; (1) memberi kesenangan, kegembiraan, dan kenikmatan bagi anak-anak, (2) mengembangkan imajinasi anak dan membantu mereka mempertimbangkan dan memikirkan alam, kehidupan, pengalaman atau gagasan dengan berbagai cara, (3) memberikan pengalaman baru yang seolah dirasakan dan 2dialaminya sendiri, (4) mengembangkan wawasan kehidupan anak menjadi perilaku kemanusiaan, (5) menyajikan dan memperkenalkan anak terhadap pengalaman universal dan (6) meneruskan warisan sastra. Selain nilai instrinsik di atas, sastra anak juga bernilai ekstrinsik yang bermanfaat untuk perkembangan anak terutama dalam hal (1) perkembangan bahasa, (2) perkembangan kognitif, (3) perkembangan kepribadian, dan (4) perkembangan sosial. Sastra yang terwujud untuk anak-anak selain ditujukan untuk mengembangkan imajinasi, fantasi dan daya kognisi yang akan mengarahkan anak pada pemunculan daya kreativitas juga bertujuan mengarahkan anak pada pemahaman yang baik tentang alam dan lingkungan serta pengenalan pada perasaan dan pikiran tentang diri sendiri maupun orang lain. E. Evaluasi Pengajaran Sastra Anak Evaluasi pengajaran sastra anak ditekankan pada aspek belajar sambil bermain dan sambil belajar. Soal atau tugas atau instrumennya bisa berupa membaca puisi, membaca cerpen, menyanyikan puisi lagu anak-anak, bercerita, menceritakan kembali, menulis puisi dengan tema tertentu, menulis puisi dengan tema bebas, menulis cerpen dengan pengalaman masing-masing, dan seterusnya. Misi penting yang harus sampai adalah menumbuhkan kecintaan anak terhadap sastra. Cara evaluasi sastra yang menekankan aspek kognitif harus dihindarkan karena hal itu justru akan menjauhkan anak dari sastra. Daftar Rujukan Huck, Charlotte S. 1987. Children Literature in the Elementary School New York:Holt Rinehart. Ismawati, Esti. 2013. Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Ombak. Nurgiantoro, Burhan. 2005. Sastra Anak. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Read more...
 
Bahasa dan Sastra Indonesia © 2014 | Designed By Blogger Templates