Advertise

Sabtu, 24 Mei 2014

Sastra Anak

0 komentar
A. Pendahuluan Sastra anak adalah sastra yang dibaca anak- anak dengan bimbingan dan pengarahan anggota dewasa suatu masyarakat, sedang penulisannya juga dilakukan oleh orang dewasa “karya yang khas dunia anak, dibaca anak, serta harus dibimbing orang dewasa/orangtua”. Hal yang tidak boleh dilupakan dalam memahami dan bergaul dengan sastra anak antara lain : • Bahwa kita berhadapan dengan karya sastra. Dengan demikian menggunakan elemen sastra yang lazim seperti sudut pandang, latar, watak, alur dan konflik, tema, gaya, dan nada. • Kita mendapat kesan yang mendalam dan serta merta kita temukan dalam sastra bahwa adanya kejujuran, penulisan bersifat langsung, serta informasi yang memperluas wawasan. Sastra anak bersumber dari pengalaman, pengetahuan umum, pemahaman psikologis, pedagogis, sosial, hukum, adat, budaya, bahkan agama. Sastra anak lahir kemudian diwariskan oleh nenek moyang secara turun temurun melalui lisan. Sastra anak secara formal dan intitusional dimulai pada abad ke-19. Tema yang diangkat pada sastra anak beragam mengenai masalah kehidupan apalagi jika disangkutkan dengan tujuan penulisannya seperti pendidikan, pengajaran, budi pekerti, lingkungan, kebudayaan, anak mandiri dan lainnya. Tema yang diangkat dalam sastra anak menjauhi unsur-unsur kekerasan dan asusila. Selain dimaksudkan untuk menghibur sastra anak juga dibuat sebagai alat penunjang pendidikan karena unsur-unsurnya yang mendidik. Pengajaran sastra di Sekolah Dasar (SD) diarahkan pada proses pemberian pengalaman bersastra. Siswa diajak untuk mengenal bentuk dan isi sebuah karya sastra melalui mengenal dan mengakrabi sastra sehingga tumbuh pemahaman dan sikap menghargai cipta sastra sebagai suatu karya yang indah dan bermakna. Karya sastra anak yang merupakan jenis bacaan cerita anak-anak merupakan bentuk karya sastra yang ditulis untuk konsumsi anak-anak. Sebagaimana karya sastra pada umumnya, bacaan sastra anak-anak merupakan hasil kreasi imajinatif yang mampu menggambarkan dunia rekaan, menghadirkan pemahaman dan pengalaman keindahan tertentu. Anak usia SD pada jenjang kelas menengah dan akhir sebagai pembaca sastra telah mampu menghubungkan dunia pengalamannya dengan dunia rekaan yang tergambarkan dalam cerita. Hubungan interaktif antara pengalaman dengan pengetahuan kebahasaan merupakan kunci awal dalam memahami dan menikmati bacaan cerita anak-anak. Bacaan tersebut ditinjau dari cara penulisan, bahasa, dan isinya juga harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan readiness anak. B. Pengertian Sastra Anak-Anak Secara konseptual, sastra anak-anak tidak jauh berbeda dengan sastra orang dewasa (adult literacy). Keduanya berada pada wilayah sastra yang meliputi kehidupan dengan segala perasaan, pikiran dan wawasan kehidupan. Yang membedakannya hanyalah dalam hal fokus pemberian gambaran kehidupan yang bermakna bagi anak yang diurai dalam karya tersebut. Sastra (dalam sastra anak-anak) adalah bentuk kreasi imajinatif dengan paparan bahasa tertentu yang menggambarkan dunia rekaan, menghadirkan pemahaman dan pengalaman tertentu, dan mengandung nilai estetika tertentu yang bisa dibuat oleh orang dewasa ataupun anak-anak. Apakah sastra anak merupakan sastra yang ditulis oleh orang dewasa yang ditujukan untuk anak-anak atau sastra yang ditulis anak-anak untuk kalangan mereka sendiri tidak perlu dipersoalkan. Huck (1987) mengemukakan bahwa siapa pun yang menulis sastra anak-anak tidak perlu dipermasalahkan asalkan dalam penggambarannya ditekankan pada kehidupan anak yang memiliki nilai kebermaknaan bagi mereka. Sastra anak-anak adalah sastra yang mencerminkan perasaan dan pengalaman anak-anak melalui pandangan anak-anak (Norton,1993). Namun demikian, dalam kenyataannya, nilai kebermaknaan bagi anak-anak itu terkadang dilihat dan diukur dari perspektif orang dewasa. Riris K Sarumpaet (1976:23) melihat empat titik yang membedakannya dengan bacaan orang dewasa: 1. Secara tradisional, bacaan anak-anak adalah bacaan tumbuh dari lapisan rakyat sejak zaman dahulu kala dalam bentuk mitologi, cerita-cerita binatang, dongeng, legenda, dan kisah-kisah kepahlawanan yang romantis. 2. Secara idealistis, bacaan anak-anak adalah bacaan yang patut dan universal, didasarkan pada bahan-bahan terbaik yang diambil dari zaman yang telah lalu dan karya-karya penulis terbaik masa kini. 3. Secara popular, bacaan anak-anak adalah bacaan yang bersifat menghibur, sesuatu yang menyenangkan anak-anak. 4. Secara teoritis, bacaan anak-anak adalah bacaan yang dikonsumsi anak-anak dengan bimbingan dan pengarahan orang dewasa. Ciri khas bacaan anak-anak adalah: 1. Adanya sejumlah pantangan, artinya karena pembacanya anak-anak, maka hanya hal-hal tertentu yang dapat dikisahkan pada anak-anak usia tertentu. 2. Penyajiannya dengan gaya langsung, tidak bertele-tele atau berbelit-belit. 3. Adanya fungsi terapan. C. Bahan Pembelajaran Sastra Anak Dalam kurikulum 2006 Standar Kompetensi yang berhubungan dengan sastra sebagai berikut untuk tingkat Sekolah Dasar, terdiri atas aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Aspek mendengarkan yang terkait dengan sastra yakni: siswa mampu mengapresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan mendengarkan hasil sastra. Aspek berbicara yang terkait dengan sastra yakni: siswa mampu mengapresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan melisankan hasil sastra. Aspek membaca yang terkait dengan sastra yakni: siswa mampu mengapresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan membaca hasil sastra. Aspek menulis yang terkait dengan sastra yakni: siswa mampu menulis prosa dan puisi sederhana. Membaca Puisi Hal-hal yang dinilai dari membaca puisi antara lain (1) pemahaman terhadap puisi, (2) ketepatan ucapan atau lafal, nada, irama, dan lagu kalimat, (3) kuat atau lemah keras atau lembut: jelas atau tidaknya suara (termasuk volume), (4) penghayatan dan penjiwaan terhadap puisi yang dibaca, (5) penampilan atau ekspresi pada waktu membaca puisi. Unsur Instrinsik, Struktur dan Ciri Karya Sastra serta Apresiasi Sastra untuk Anak Unsur intrinsik puisi bisa dilihat dari dua segi, yaitu: 1. Dari segi isi puisi yang terdiri atas: (a) tema; (b) rasa; (c) nada; dan (d) amanat. 2. Dari segi struktur yang terdiri atas: (a) diksi; (2) imajinasi; (c) kata-kata konkret; (d) gaya bahsa; (e) ritme/irama; (f) rima/bunyi. Menyusun Parafrase Puisi ke Prosa 1. Menyusun parafrase terikat adalah (1) memberikan makna lari, caranya dengan memberikan tambahan kata atau kata-kata pelengkap kata maupun tanda baca, yang diletakkan di dalam kurung; (2) memberikan makna lugas, caranya dengan mengubah bait menjadi paragrap dan menghilangkan tanda kurung;(3) memberikan makna kias, caranya dengan menafsirkan kata yang sekiranya bermakna kias; (4) memberikan makna utuh, caranya dengan memadukan antara makna lugas (a) dan makna kias (b) di atas menjadi satu kesatuan paragraph yang utuh dan padu. 2. Menyusun parafrase bebas adalah (1) membaca dan memahami secara keseluruhan suatu karya sastra; (2) memahami jenis perubahan yang akan dilakukan, baik bentuknya maupun redaksinya atau penggunaan bahasanya; (3) mengungkapkan kembali dengan redaksi bahasa dan bentuk yang berbeda tetapi isinya tetap sama. Menurut Brady (1991) dan Huck, dkk (1987) (dalam Nurgiantoro, 2005: 49) pemilihan bahan bacaan sastra anak perlu mempertimbangkan tahapan perkembangan anak yang meliputi tahap perkembangan intelektual, moral, emosional, dan personal, bahasa, dan pertumbuhan konsep cerita, karena tiap tahapan mempunyai karakteristik yang berbeda sejalan dengan perkembangan tingkat kematangan anak. Nurgiantoro menambahkan bahwa dalam pemilihan bahan bacaan anak harus didasarkan pada materi yang dapat dipahami anak, yang dituliskan dengan bahasa yang sederhana sehingga dapat dibaca dan dipahami anak, dengan mempertimbangkan kesederhanaan atau kompleksitas kosakata dan struktur. Sebagai bahan pertimbangan pemilihan bahan bacaan sastra, berikut dipaparkan pendapat pakar psikologi mengenai karakteristik anak pada kelompok usia tertentu. Anak usia 3 – 5 tahun 1. Pemungsian tahap praoperasional (Piaget). 2. Pengalaman pada tahap prakarsa versus kesalahan (Ericson). 3. Penafsiran baik buruk, boleh tidak boleh, berdasarkan konsekuensi fisik, hadiah atau hukuman. 4. Perkembangan bahasa berlangsung amat cepat, pada usia lima tahun sudah mampu berbicara dalam kalimat kompleks. 5. Perkembangan kemampuan perseptual seperti membedakan warna dan mengenali atribut yang berbeda pada objek yang mirip. 6. Cara berpikir bertingkah laku egosentris. 7. Belajar lewat pengalaman tangan pertama. 8. Mulai menyatakan sesuatu secara bebas. 9. Belajar lewat permainan imaginative. 10. Membutuhkan pujian dan persetujuan dari orang dewasa. 11. Kurang memperhatikan masalah waktu. 12. Mengembangkan rasa tertarik dalam aktivitas kelompok. Anak usia 6 dan 7 tahun 1. Beralih ke cara berpikir tahap operasional konkret (Piaget), mulai berpikir beda, menentang dan bersikap hati-hati. 2. Pengalaman pada tahap kepandaian versus perasaan rendah diri (Erikson). 3. Penerimaan konsep benar (baik), berdasarkan hadiah dan persetujuan. 4. Melanjutkan perkembangan pemerolehan bahasa. 5. Mulai memisahkan fantasi dari realitas. 6. Belajar berangkat dari persepsi dan pengalaman langsung. 7. Mulai berpikir abstrak, tetapi belajar lebih banyak terjadi berdasarkan pengalaman konkret. 8. Lebih membutuhkan pujian dan persetujuan dari orang dewasa. 9. Menunjukkan sensitivitas rasa dan sikap terhadap anak lain dan orang dewasa. 10. Berpartisipasi dalam kelompok sebagai anggota. 11. Mulai tumbuh rasa keadilan dan ingin bebas dari orang dewasa. 12. Menunjukkan perilaku egosentris dan sering menuntut. Anak usia 8 dan 9 tahun 1. Pemungsian tahap berpikir operasional konkret (Piaget), berpikir kini lebih fleksibel dan hati-hati. 2. Pengalaman pada tahap kepandaian versus perasaan rendah diri (Erikson). 3. Penerimaan konsep benar berdasarkan aturan. 4. Adanya perhatian dan penghormatan dari kelompok lebih penting. 5. Mulai melihat dengan sudut pandang orang lain dan semakin berkurang sifat egonya. 6. Mengembangkan konsep dan hubungan spesial. 7. Menghargai petualangan imaginatif. 8. Menunjukkan minat dan keterampilan yang berbeda dengan kelompoknya. 9. Mempunyai ketertarikan pada hobi dan koleksi yang bervariasi. 10. Menunjukkan peningkatan kemampuan mengutarakan ide ke dalam kata-kata. 11. Membentuk persahabatan yang khusus. Anak usia 10 – 12 tahun 1. Pemungsian tahap operasional konkret (Piaget), dapat melihat hubungan yang lebih abstrak. 2. Pengalaman pada tahap kepandaian versus perasaan rendah diri (Erikson). 3. Penerimaan masalah benar berdasarkan kenyataannya. 4. Memiliki ketertarikan yang kuat dalam aktivitas social. 5. Meningkatnya minat dalam kelompok, mencari kekariban dalam kelompok. 6. Mulai mengadopsi model ke orang lain daripada ke orang tua. 7. Menunjukkan minatnya pada aktivitas khususnya. 8. Mencari persetujuan dan ingin mengesankan. 9. Menunjukkan kemampuan dan kemauan untuk melihat sudut pandang orang lain. 10. Pencarian nilai-nilai. 11. Menunjukkan adanya perbedaan di antara individu. 12. Mempunyai citarasa keadilan dan peduli kepada orang lain. 13. Pemahaman dan penerimaan terhadap adanya aturan berdasarkan perbedaan jenis kelamin. Anak Usia dan Adolesens (Masa Remaja) 1. Pemungsian tahap operasional formal (Piaget), kemampuan untuk memprediksi, menginferensi, berhipotesis tanpa referensi. 2. Pengalaman tahap identitas versus kebingungan (Ericson). 3. Beralih ke tahap otonomi moral (Tahap 5 dan 6 Kohlberg). 4. Menunjukkan kebebasan dari keluarga sebagai langkah menuju ke awal kedewasaan. 5. Mengidentifikasi diri dengan orang dewasa yang dikagumi. 6. Menunjukkan ketertarikannya pada isu-isu filosofis, etis, dan religius. 7. Pencarian sesuatu yang idealistis. Bentuk karya sastra yang dijadikan bahan ajar sastra anak hendaknya memenuhi ciri-ciri sastra anak yang meliputi puisi, prosa, dan drama. Puisi anak memiliki ciri-ciri antara laian, bahasanya dapat dipahami anak, memiliki irama dan keindahannya, isinya sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Cerita anak memiliki ciri antara lain, latarnya dikenal anak, alurnya berbentuk maju dan tunggal, penokohannya dari kalangan anak, temanya tentang kehidupan sehari-hari, petualangan, olahraga, dan keluarga. Drama anak-anak memiliki ciri-ciri yang relatif sama dengan prosa yang berbeda segi dialog yang relatif sederhana dengan adegan yang tidak panjang. Sastra anak pantang dari hal-hal kekerasan, kehidupan yang pelik, dan percintaan yang erotis. D. Manfaat Sastra Anak-Anak Sebagai sebuah karya, sastra anak-anak menjanjikan sesuatu bagi pembacanya yaitu nilai yang terkandung di dalamnya yang dikemas secara intrinsik maupun ekstrinsik. Oleh karena itu, kedudukan sastra anak menjadi penting bagi perkembangan anak. Sebuah karya dengan penggunaan bahasa yang efektif akan membuahkan pengalaman estetik bagi anak. Penggunaan bahasa yang imajinatif dapat menghasilkan responsi-responsi intelektual dan emosional di mana anak akan merasakan dan menghayati peran tokoh dan konflik yang ditimbulkannya juga membantu mereka menghayati keindahan, keajaiban, kelucuan, kesedihan dan ketidakadilan. Anak-anak akan merasakan bagaimana memikul penderitaan dan mengambil risiko juga akan ditantang untuk memimpikan berbagai mimpi serta merenungkan dan mengemukakan berbagai masalah mengenai dirinya sendiri, orang lain, dan dunia sekitarnya (Huck, 1987). Pengalaman bersastra di atas akan diperoleh anak dari manfaat yang dikandung sebuah karya sastra melalui unsur intrinsik di dalamnya yakni; (1) memberi kesenangan, kegembiraan, dan kenikmatan bagi anak-anak, (2) mengembangkan imajinasi anak dan membantu mereka mempertimbangkan dan memikirkan alam, kehidupan, pengalaman atau gagasan dengan berbagai cara, (3) memberikan pengalaman baru yang seolah dirasakan dan 2dialaminya sendiri, (4) mengembangkan wawasan kehidupan anak menjadi perilaku kemanusiaan, (5) menyajikan dan memperkenalkan anak terhadap pengalaman universal dan (6) meneruskan warisan sastra. Selain nilai instrinsik di atas, sastra anak juga bernilai ekstrinsik yang bermanfaat untuk perkembangan anak terutama dalam hal (1) perkembangan bahasa, (2) perkembangan kognitif, (3) perkembangan kepribadian, dan (4) perkembangan sosial. Sastra yang terwujud untuk anak-anak selain ditujukan untuk mengembangkan imajinasi, fantasi dan daya kognisi yang akan mengarahkan anak pada pemunculan daya kreativitas juga bertujuan mengarahkan anak pada pemahaman yang baik tentang alam dan lingkungan serta pengenalan pada perasaan dan pikiran tentang diri sendiri maupun orang lain. E. Evaluasi Pengajaran Sastra Anak Evaluasi pengajaran sastra anak ditekankan pada aspek belajar sambil bermain dan sambil belajar. Soal atau tugas atau instrumennya bisa berupa membaca puisi, membaca cerpen, menyanyikan puisi lagu anak-anak, bercerita, menceritakan kembali, menulis puisi dengan tema tertentu, menulis puisi dengan tema bebas, menulis cerpen dengan pengalaman masing-masing, dan seterusnya. Misi penting yang harus sampai adalah menumbuhkan kecintaan anak terhadap sastra. Cara evaluasi sastra yang menekankan aspek kognitif harus dihindarkan karena hal itu justru akan menjauhkan anak dari sastra. Daftar Rujukan Huck, Charlotte S. 1987. Children Literature in the Elementary School New York:Holt Rinehart. Ismawati, Esti. 2013. Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Ombak. Nurgiantoro, Burhan. 2005. Sastra Anak. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Read more...
Selasa, 04 Juni 2013
0 komentar
Pantun Pantun ialah puisi lama yang terikat oleh syarat-syarat tertentu (jumlah baris, jumlah suku kata, kata, persajakan, dan isi). Ciri-ciri pantun adalah a. Pantun terdiri dari sejumlah baris yang selalu genap yang merupakan satu kesatuan yang disebut bait/kuplet. b. Setiap baris terdiri dari empat kata yang dibentuk dari 8-12 suku kata (umumnya 10 suku kata). c. Separoh bait pertama merupakan sampiran (persiapan memasuki isi pantun), separoh bait berikutnya merupakan isi (yang mau disampaikan). d. Persajakan antara sampiran dan isi selalu paralel (ab-ab atau abc-abc atau abcd-abcd atau aa-aa) e. Beralun dua Berdasarkan bentuk/jumlah baris tiap bait, pantun dibedakan menjadi a. Pantun biasa, yaitu pantun yang terdiri dari empat baris tiap bait. b. Pantun kilat/karmina, yiatu pantun yang hanya tersusun atas dua baris. c. Pantun berkait, yiatu pantun yang tersusun secara berangkai, saling mengkait antara bait pertama dan bait berikutnya. d. Talibun, yaitu pantun yang terdiri lebih dari empat baris tetapi selalu genap jumlahnya, separoh merupakan sampiran, dan separho lainnya merupakan isi. e. Seloka, yaitu pantun yang terdiri dali empat baris sebait tetapi persajakannya datar (aaaa). Berdasarkan isinya, pantun dibedakan menjadi a. Pantun anak-anak - pantun bersuka cita - pantun berduka cita b. Pantun muda - pantun perkenalan - pantun berkasih-kasihan - pantun perceraian - pantun beriba hati - pantun dagang c. Pantun tua - pantun nasehat - pantun adat - pantun agama d. Pantun jenaka e. Pantun teka-teki CONTOH-CONTOH PANTUN • Pantun Adat Menanam kelapa di pulau Bukum Tinggi sedepa sudah berbuah Adat bermula dengan hukum Hukum bersandar di Kitabullah Ikan berenang didalam lubuk Ikan belida dadanya panjang Adat pinang pulang ke tampuk Adat sirih pulang ke gagang Lebat daun bunga tanjung Berbau harum bunga cempaka Adat dijaga pusaka dijunjung Baru terpelihara adat pusaka Bukan lebah sembarang lebah Lebah bersarang dibuku buluh Bukan sembah sembarang sembah Sembah bersarang jari sepuluh Pohon nangka berbuah lebat Bilalah masak harum juga Berumpun pusaka berupa adat Daerah berluhak alam beraja • Pantun Agama Banyak bulan perkara bulan Tidak semulia bulan puasa Banyak tuhan perkara tuhan Tidak semulia Tuhan Yang Esa Daun terap di atas dulang Anak udang mati dituba Dalam kitab ada terlarang Yang haram jangan dicoba Bunga kenanga di atas kubur Pucuk sari pandan Jawa Apa guna sombong dan takabur Rusak hati badan binasa Asam kandis asam gelugur Ketiga asam si riang-riang Menangis mayat dipintu kubur Teringat badan tidak sembahyang • Pantun Budi Bunga cina di atas batu Daunnya lepas kedalam ruang Adat budaya tidak berlaku Sebabnya emas budi terbuang Diantara padi dengan selasih Yang mana satu tuan luruhkan Diantara budi dengan kasih Yang mana satu tuan turutkan Apa guna berkain batik Kalau tidak dengan sujinya Apa guna beristeri cantik Kalau tidak dengan budinya Sarat perahu muat pinang Singgah berlabuh di Kuala Daik Jahat berlaku lagi dikenang Inikan pula budi yang baik Anak angsa mati lemas Mati lemas di air masin Hilang bahasa karena emas Hilang budi karena miskin Biarlah orang bertanam buluh Mari kita bertanam padi Biarlah orang bertanam musuh Mari kita menanam budi Ayam jantan si ayam jalak Jaguh siantan nama diberi Rezeki tidak saya tolak Musuh tidak saya cari Jikalau kita bertanam padi Senanglah makan adik-beradik Jikalau kita bertanam budi Orang yang jahat menjadi baik Kalau keladi sudah ditanam Jangan lagi meminta balas Kalau budi sudah ditanam Jangan lagi meminta balas • Pantun Jenaka Pantun Jenaka adalah pantun yang bertujuan untuk menghibur orang yang mendengar, terkadang dijadikan sebagai media untuk saling menyindir dalam suasana yang penuh keakraban, sehingga tidak menimbulkan rasa tersinggung, dan dengan pantun jenaka diharapkan suasana akan menjadi semakin riang. Contoh: Di mana kuang hendak bertelur Di atas lata dirongga batu Di mana tuan hendak tidur Di atas dada dirongga susu Elok berjalan kota tua Kiri kanan berbatang sepat Elok berbini orang tua Perut kenyang ajaran dapat Sakit kaki ditikam jeruju Jeruju ada didalam paya Sakit hati memandang susu Susu ada dalam kebaya Naik kebukit membeli lada Lada sebiji dibelah tujuh Apanya sakit berbini janda Anak tiri boleh disuruh Orang Sasak pergi ke Bali Membawa pelita semuanya Berbisik pekak dengan tuli Tertawa si buta melihatnya Jalan-jalan ke rawa-rawa Jika capai duduk di pohon palm Geli hati menahan tawa Melihat katak memakai helm Limau purut di tepi rawa, buah dilanting belum masak Sakit perut sebab tertawa, melihat kucing duduk berbedak jangan suka makan mentimun karna banyak getahnya hai kawan jangan melamun melamun itu tak ada gunanya • Pantun Kepahlawanan Pantun kepahlawanan adalah pantun yang isinya berhubungan dengan semangat kepahlawanan Adakah perisai bertali rambut Rambut dipintal akan cemara Adakah misai tahu takut Kamipun muda lagi perkasa Hang Jebat Hang Kesturi Budak-budak raja Melaka Jika hendak jangan dicuri Mari kita bertentang mata Kalau orang menjaring ungka Rebung seiris akan pengukusnya Kalau arang tercorong kemuka Ujung keris akan penghapusnya Redup bintang haripun subuh Subuh tiba bintang tak nampak Hidup pantang mencari musuh Musuh tiba pantang ditolak Esa elang kedua belalang Takkan kayu berbatang jerami Esa hilang dua terbilang Takkan Melayu hilang dibumi • Pantun Kias Ayam sabung jangan dipaut Jika ditambat kalah laganya Asam digunung ikan dilaut Dalam belanga bertemu juga Berburu kepadang datar Dapatkan rusa belang kaki Berguru kepalang ajar Bagaikan bunga kembang tak jadi Anak Madras menggetah punai Punai terbang mengirap bulu Berapa deras arus sungai Ditolak pasang balik kehulu Kayu tempinis dari kuala Dibawa orang pergi Melaka Berapa manis bernama nira Simpan lama menjadi cuka Disangka nenas ditengah padang Rupanya urat jawi-jawi Disangka panas hingga petang Kiranya hujan tengah hari • Pantun Nasihat Kayu cendana di atas batu Sudah diikat dibawa pulang Adat dunia memang begitu Benda yang buruk memang terbuang Kemuning ditengah balai Bertumbuh terus semakin tinggi Berunding dengan orang tak pandai Bagaikan alu pencungkil duri Parang ditetak kebatang sena Belah buluh taruhlah temu Barang dikerja takkan sempurna Bila tak penuh menaruh ilmu Padang temu padang baiduri Tempat raja membangun kota Bijak bertemu dengan jauhari Bagaikan cincin dengan permata Ngun Syah Betara Sakti Panahnya bernama Nila Gandi Bilanya emas banyak dipeti Sembarang kerja boleh menjadi Jalan-jalan ke kota Blitar jangan lupa beli sukun Jika kamu ingin pintar belajarlah dengan tekun • Pantun Percintaan Coba-coba menanam mumbang Moga-moga tumbuh kelapa Coba-coba bertanam sayang Moga-moga menjadi cinta Limau purut lebat dipangkal Sayang selasih condong uratnya Angin ribut dapat ditangkal Hati yang kasih apa obatnya Ikan belanak hilir berenang Burung dara membuat sarang Makan tak enak tidur tak tenang Hanya teringat dinda seorang Anak kera di atas bukit Dipanah oleh Indera Sakti Dipandang muka senyum sedikit Karena sama menaruh hati Ikan sepat dimasak berlada Kutunggu di gulai anak seberang Jika tak dapat di masa muda Kutunggu sampai beranak seorang Kalau tuan pergi ke Tanjung Kirim saya sehelai baju Kalau tuan menjadi burung Sahaya menjadi ranting kayu. Kalau tuan pergi ke Tanjung Belikan sahaya pisau lipat Kalau tuan menjadi burung Sahaya menjadi benang pengikat Kalau tuan mencari buah Sahaya pun mencari pandan Jikalau tuan menjadi nyawa Sahaya pun menjadi badan. • Pantun Peribahasa Berakit-rakit kehulu Berenang-renang ke tepian Bersakit-sakit dahulu Bersenang-senang kemudian Ke hulu memotong pagar Jangan terpotong batang durian Cari guru tempat belajar Jangan jadi sesal kemudian Kerat kerat kayu diladang Hendak dibuat hulu cangkul Berapa berat mata memandang Barat lagi bahu memikul Harapkan untung menggamit Kain dibadan didedahkan Harapkan guruh dilangit Air tempayan dicurahkan Pohon pepaya didalam semak Pohon manggis sebasar lengan Kawan tertawa memang banyak Kawan menangis diharap jangan • Pantun Perpisahan Pucuk pauh delima batu Anak sembilang ditapak tangan Biar jauh dinegeri satu Hilang dimata dihati jangan Bagaimana tidak dikenang Pucuknya pauh selasih Jambi Bagaimana tidak terkenang Dagang yang jauh kekasih hati Duhai selasih janganlah tinggi Kalaupun tinggi berdaun jangan Duhai kekasih janganlah pergi Kalaupun pergi bertahun jangan Batang selasih mainan budak Berdaun sehelai dimakan kuda Bercerai kasih bertalak tidak Seribu tahun kembali juga Bunga Cina bunga karangan Tanamlah rapat tepi perigi Adik dimana abang gerangan Bilalah dapat bertemu lagi Kalau ada sumur di ladang Bolehlah kita menumpang mandi Kalau ada umurku panjang Bolehlah kita bertemu lagi • Pantun Teka-teki Kalau tuan bawa keladi Bawakan juga si pucuk rebung Kalau tuan bijak bestari Binatang apa tanduk dihidung ? Beras ladang sulung tahun Malam malam memasak nasi Dalam batang ada daun Dalam daun ada isi Terendak bentan lalu dibeli Untuk pakaian saya turun kesawah Kalaulah tuan bijak bestari Apa binatang kepala dibawah ? Kalau tuan muda teruna Pakai seluar dengan gayanya Kalau tuan bijak laksana Biji diluar apa buahnya Tugal padi jangan bertangguh Kunyit kebun siapa galinya Kalau tuan cerdik sungguh Langit tergantung mana talinya ?
Read more...

CONTOH SURAT

0 komentar
Pengertian Surat Secara umum Surat adalah salah satu sarana komunikasi tertulis untuk menyampaikan informasi dari satu pihak (orang, instansi, atau organisasi) kepada pihak lain (orang, instansi, atau organisasi). Jenis-Jenis Surat Berdasarkan pemakaiannya surat dibagi atas tiga jenis, berikut. 1. Surat Pribadi  Surat pribadi adalah surat yang dipergunakan untuk kepentingan pribadi. Isi surat berhubungan dengan urusan pribadi. Contohnya surat seorang anak kepada orang tuanya atau surat kepada teman.  Surat Pribadi adalah Surat yang digunakan untuk kepentingan pribadi. Dapat juga dikatakan bahwa surat pribadi adalah surat yang dibuat dan dikirim seseorang kepada keluarga, teman, saudara atau seseorang yang sifatnya pribadi.  Ciri-ciri surat pribadi seperti berikut. (1) Tidak menggunakan kop surat/kepala surat (2) Tidak menggunakan nomor surat (3) Salam pembuka dan penutup surat bervariasi (4) Penggunaan bahasa bebas, sesuai dengan keinginan si penulis surat. (5) Format surat bebas 2. Surat Resmi  Surat resmi ialah surat yang dipergunakan untuk kepentingan yang bersifat resmi, baik yang ditulis dari perseorangan, instansi, lembaga, maupun organisasi. Contohnya: surat undangan, surat pemberitahuan, dan surat edaran.  Surat Resmi adalah Surat yang digunakan untuk kepentingan resmi. Dapat juga dikatakan bahwa surat resmi adalah surat yang ibuat dan dikirim oleh suatu instansi/lembaga kepada seseorang atau instansi/lembaga lainnya.  Ciri-ciri surat resmi, seperti berikut. (1) Menggunakan kepala surat jika yang mengeluarkannya adalah lembaga atau organisasi (2) Menggunakan nomor surat, lampiran, dan perihal (3) Menggunakan salam pembuka dan penutup yang lazim atau resmi, seperti: Assalamualikum, dengan hormat, hormat kami (4) Menggunakan bahasa dengan ragam resmi atau baku (5) Menggunakan cap/stempel jika berasal dari sebuah organisasi atau lembaga resmi (6) Penulisan surat mengikuti format surat tertentu (tidak bebas) 3. Surat Dinas  Surat dinas ialah surat yang dipergunakan untuk kepentingan pekerjaan, tugas dari kantor, atau kegiatan dinas. Surat ini berasal dari instansi atau lembaga baik swasta maupun negeri. Contoh: surat tugas, surat perintah, memorandum, dan surat keputusan. Surat dinas yang berifat perseorangan ialah surat lamaran pekerjaan, surat permohonan izin, dan surat permohonan cuti.  Ciri-ciri surat dinas, seperti berikut. (1) Menggunakan kop/kepala surat dan instansi atau lembaga yang bersangkutan (2) Menggunakan nomor surat, lampiran, dan perihal (3) Menggunakan salam pembuka dan penutup yang baku atau resmi, seperti : dengan hormat, hormat kami (4) Menggunakan bahasa baku atau ragam resmi (5) Menggunakan cap/stempel instansi atau kantor pembuat surat (6) Format surat tertentu. Jika berasal dari instansi pemerintahan lazimnya menggunakan format surat resmi Indonesia baru atau format setengah lurus versi b. Penggunaan Bahasa dalam Surat Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa penggunaan bahasa di dalam surat bergantung pada jenis pemakaian surat dan tujuan surat. Untuk surat pribadi, penggunaan bahasa bersifat subjektif, bergantung pada keinginan si penulisnya dan kepada siapa surat ditujukan. Menulis surat untuk orang tua tentu akan menggunakan bahasa lebih formal dan santun, berbeda dengan menulis surat untuk teman atau sahabat. Begitu pula dengan surat pribadi yang bersifat resmi seperti surat lamaran pekerjaan, surat permohonan izin, dan cuti. Meskipun bersifat pribadi, tapi karena ditujukan kepada sebuah instansi atau perusahaan tentu penulis harus menggunakan bahasa yang resmi dan formal. Lain halnya dengan surat resmi dan surat dinas, penggunaan bahasa cenderung menggunakan kosakata baku dan struktur kalimat yang lengkap. Hal ini disebabkan karena surat resmi dan surat dinas dipergunakan untuk tujuan atau fungsi-fungsi yang bersifat resmi atau kedinasan. Contoh surat pribadi: Bandung, 1 Juni 2007 Menjumpai Kakakku Wisnu Di Jakarta Assalamu’alaikum wr.wb. Apa kabar, Kak? Sehat-sehat saja, kan? Maaf ya, Kak baru kali ini Rina baru bisa kirim kabar. Harap maklum, karena Rina sibuk belajar untuk menghadapi ujian akhir semester. Oh iya, bagaimana keadaan Kakak sekarang, mudah-mudahan selalu sehat juga baik-baik saja dan pekerjaan Kakak berjalan dengan lancar. Ibu dan Bapak alhamdulillah kabarnya baik-baik saja. Mereka kirim salam buat Kakak dan mereka pesan supaya Kakak jaga kondisi tubuh dengan baik dan jangan lupa beribadah yang paling utama. Kak, Bapak dan Ibu sekarang aktif lho berolahraga. Mereka setiap pagi rajin jalan pagi, malah sekarang mereka ikut senam jantung sehat yang diadakan di lapangan RW kita. Kak, sebentar lagi, kan bulan Ramadhan. Kakak pulang ke Bandung atau tidak? Supaya kita bisa berkumpul kembali sama-sama berpuasa dan buka puasa bareng-bareng. Oh iya, Kak, kalau Kakak memang nggak bisa datang di bulan Ramadhan nanti, Rina harap kakak usahakan datang sebelum hari raya Idul Fitri, ya. Kalau Kakak mau pulang ke Bandung, tolong sebelumnya kasih kabar dulu, ya. Supaya kita bisa jemput di stasiun. Kak, udahan dulu, ya. Kita di sini selalu berdoa kepada Allah supaya Kakak selalu diberikan kesehatan, kemudahan dalam pekerjaan, dan sukses selalu. Cukup sekian dulu, Kak, lain waktu disambung lagi. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Adikmu, Ttd.
Read more...

CONTOH SURAT

0 komentar
Pengertian Surat Secara umum Surat adalah salah satu sarana komunikasi tertulis untuk menyampaikan informasi dari satu pihak (orang, instansi, atau organisasi) kepada pihak lain (orang, instansi, atau organisasi). Jenis-Jenis Surat Berdasarkan pemakaiannya surat dibagi atas tiga jenis, berikut. 1. Surat Pribadi  Surat pribadi adalah surat yang dipergunakan untuk kepentingan pribadi. Isi surat berhubungan dengan urusan pribadi. Contohnya surat seorang anak kepada orang tuanya atau surat kepada teman.  Surat Pribadi adalah Surat yang digunakan untuk kepentingan pribadi. Dapat juga dikatakan bahwa surat pribadi adalah surat yang dibuat dan dikirim seseorang kepada keluarga, teman, saudara atau seseorang yang sifatnya pribadi.  Ciri-ciri surat pribadi seperti berikut. (1) Tidak menggunakan kop surat/kepala surat (2) Tidak menggunakan nomor surat (3) Salam pembuka dan penutup surat bervariasi (4) Penggunaan bahasa bebas, sesuai dengan keinginan si penulis surat. (5) Format surat bebas 2. Surat Resmi  Surat resmi ialah surat yang dipergunakan untuk kepentingan yang bersifat resmi, baik yang ditulis dari perseorangan, instansi, lembaga, maupun organisasi. Contohnya: surat undangan, surat pemberitahuan, dan surat edaran.  Surat Resmi adalah Surat yang digunakan untuk kepentingan resmi. Dapat juga dikatakan bahwa surat resmi adalah surat yang ibuat dan dikirim oleh suatu instansi/lembaga kepada seseorang atau instansi/lembaga lainnya.  Ciri-ciri surat resmi, seperti berikut. (1) Menggunakan kepala surat jika yang mengeluarkannya adalah lembaga atau organisasi (2) Menggunakan nomor surat, lampiran, dan perihal (3) Menggunakan salam pembuka dan penutup yang lazim atau resmi, seperti: Assalamualikum, dengan hormat, hormat kami (4) Menggunakan bahasa dengan ragam resmi atau baku (5) Menggunakan cap/stempel jika berasal dari sebuah organisasi atau lembaga resmi (6) Penulisan surat mengikuti format surat tertentu (tidak bebas) 3. Surat Dinas  Surat dinas ialah surat yang dipergunakan untuk kepentingan pekerjaan, tugas dari kantor, atau kegiatan dinas. Surat ini berasal dari instansi atau lembaga baik swasta maupun negeri. Contoh: surat tugas, surat perintah, memorandum, dan surat keputusan. Surat dinas yang berifat perseorangan ialah surat lamaran pekerjaan, surat permohonan izin, dan surat permohonan cuti.  Ciri-ciri surat dinas, seperti berikut. (1) Menggunakan kop/kepala surat dan instansi atau lembaga yang bersangkutan (2) Menggunakan nomor surat, lampiran, dan perihal (3) Menggunakan salam pembuka dan penutup yang baku atau resmi, seperti : dengan hormat, hormat kami (4) Menggunakan bahasa baku atau ragam resmi (5) Menggunakan cap/stempel instansi atau kantor pembuat surat (6) Format surat tertentu. Jika berasal dari instansi pemerintahan lazimnya menggunakan format surat resmi Indonesia baru atau format setengah lurus versi b. Penggunaan Bahasa dalam Surat Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa penggunaan bahasa di dalam surat bergantung pada jenis pemakaian surat dan tujuan surat. Untuk surat pribadi, penggunaan bahasa bersifat subjektif, bergantung pada keinginan si penulisnya dan kepada siapa surat ditujukan. Menulis surat untuk orang tua tentu akan menggunakan bahasa lebih formal dan santun, berbeda dengan menulis surat untuk teman atau sahabat. Begitu pula dengan surat pribadi yang bersifat resmi seperti surat lamaran pekerjaan, surat permohonan izin, dan cuti. Meskipun bersifat pribadi, tapi karena ditujukan kepada sebuah instansi atau perusahaan tentu penulis harus menggunakan bahasa yang resmi dan formal. Lain halnya dengan surat resmi dan surat dinas, penggunaan bahasa cenderung menggunakan kosakata baku dan struktur kalimat yang lengkap. Hal ini disebabkan karena surat resmi dan surat dinas dipergunakan untuk tujuan atau fungsi-fungsi yang bersifat resmi atau kedinasan. Contoh surat pribadi: Bandung, 1 Juni 2007 Menjumpai Kakakku Wisnu Di Jakarta Assalamu’alaikum wr.wb. Apa kabar, Kak? Sehat-sehat saja, kan? Maaf ya, Kak baru kali ini Rina baru bisa kirim kabar. Harap maklum, karena Rina sibuk belajar untuk menghadapi ujian akhir semester. Oh iya, bagaimana keadaan Kakak sekarang, mudah-mudahan selalu sehat juga baik-baik saja dan pekerjaan Kakak berjalan dengan lancar. Ibu dan Bapak alhamdulillah kabarnya baik-baik saja. Mereka kirim salam buat Kakak dan mereka pesan supaya Kakak jaga kondisi tubuh dengan baik dan jangan lupa beribadah yang paling utama. Kak, Bapak dan Ibu sekarang aktif lho berolahraga. Mereka setiap pagi rajin jalan pagi, malah sekarang mereka ikut senam jantung sehat yang diadakan di lapangan RW kita. Kak, sebentar lagi, kan bulan Ramadhan. Kakak pulang ke Bandung atau tidak? Supaya kita bisa berkumpul kembali sama-sama berpuasa dan buka puasa bareng-bareng. Oh iya, Kak, kalau Kakak memang nggak bisa datang di bulan Ramadhan nanti, Rina harap kakak usahakan datang sebelum hari raya Idul Fitri, ya. Kalau Kakak mau pulang ke Bandung, tolong sebelumnya kasih kabar dulu, ya. Supaya kita bisa jemput di stasiun. Kak, udahan dulu, ya. Kita di sini selalu berdoa kepada Allah supaya Kakak selalu diberikan kesehatan, kemudahan dalam pekerjaan, dan sukses selalu. Cukup sekian dulu, Kak, lain waktu disambung lagi. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Adikmu, Ttd.
Read more...

SEMANTIK BAHASA INDONESIA

0 komentar
BAB VI RELASI MAKNA A. Sinonimi Secara etimologis, sinonimi berasal dari Yunani, yaitu onama yang berarti ‘nama’ dan syn yang berarti ‘dengan’. Berdasarkan asal-usul kata itu, sinonimi diartikan nama yang berbeda tetapi mengacu pada objek atau konsep yang sama. Contoh, ibu, emak, mama adalah mengacu kepada objek atau konsep yang sama, yaitu ‘orang tua perempuan’. Meskipun makna satuan bahasa yang bersinonim itu umumnya sama, bentuk-bentuk yang bersinonim itu tetap memiliki nuansa perbedaan. Yang dimaksud nuansa perbedaan adalah perbedaan yang halus atau perbedaan yang tipis. Ullman (1985: 189) menyatakan secara tegas bahwa tidak ada satuan bahasa yang bersinonim secara mutlak. Kenyataan itu sesuai dengan prinsip semantik, yaitu bentuk yang berbeda mempunyai makna yang berbeda. Sinonim tidak mutlak dapat dilihat pada contoh-contoh berikut ini. Contoh, meninggal dan mati bersinonim, tetapi ternyata tidak bersinonim di semua konteks. Dalam kalimat juru kunci makam itu sudah meninggal dan juru kunci makam itusudah mati kata meninggal dan kata mati dapat saling menggantikan sehingga bersinonim. Sebaliknya, dalam konteks kalimat pohon mangga saya sudah ..... kata meninggal dan mati tidak dapat saling menggantikan. Kalimat pohon mangga saya sudah mati bisa diterima. Sebaliknya, kalimat poho mangga sudah meninggal tidak dapat diterima. B. Homonimi Secara etimologis, homonimi berasal dari bahasa Yunani, yaitu homo yang berarti ‘sama’ dan onoma yang berarti ‘nama’. Berdasarkan etimologinya, homonimi dapat diartikan sebagai nama atau bentuk yang sama, tetapi mempunyai makna yang berbeda. Contoh, kata bisa dapat bermakna ‘dapat’ dan bermakna ‘racun’. Kata bisa itu bermakna ‘dapat atau bermakna ‘racun’ dapat diketahui secara pasti setelah kata bisa itu diletakkan dalam konteks kalimat. Dalam kalimat Semua mahasiswa bisaˡ menjawab pertanyaan secara tepat, kata bisa bermakna ‘dapat’ Dalam kalimat bisa² ular itu sudah menyebar ke seluruh tubuh, kata bisa² bermakna ‘racun’. Kata bisa² yang bermakna ‘dapat’ adalah berkategori adverbia. Kata bisa² yang bermakna ‘racun’ berkategori nomina. Berdasarkan data di atas kata-kata yang berhomonim merupakan kata-kata yang berbeda. C. Homofoni Homofoni adalah bentuk hubungan satuan bahasa yang pelafalannya (bunyinya) sama, tetapi penulisannya berbeda dan maknanya pun berbeda. Satuan bahasa yang mempunyai hubungan homofoni disebut homofon. Contoh bank dengan bang, sanksi dengan sangsi mempunyai hubungan homofoni. Kata bank dengan ejaan b-a-n-k dilafalkan [baη] dengan makna ‘tempat menabung dan meminjam uang’. Kata bang dengan ejaan b-a-n-g juga dilafalkan [baη] dengan makna ‘kakak laki-laki. Kata bank dan bang merupakan kata yang berbeda yang mempunyai hubungan homofoni. Perbedaan homonimi dan homofoni adalah kata-kata yang mempunyai hubungan homonimi ejaan sama dan pelafalannya (bunyinya) pun sama. Contoh bisaˡ ejaannya b-i-s-a dilafalkan [bisa]; bisa² ejaan b-i-s-a yang juga dilafalkan [bisa]. sebaliknya kat-kata yang mempunyai hubungan homofoni ejaannya berbeda, tetapi dilafalkan sama. Contoh sanksiˡ ejaannya s-a-n-k-s-i dilafalkan [saηsi]; kata sangsi ejaannya s-a-n-g-s-i juga dilafalkan [saηsi]. Persamaan antara homonimi dan homofoni adalah setiap kata yang mempunyai hubungan homonimi maupun homofoni mempunyai makna yang berbeda sehingga setiap anggota homonimi maupun homofini merupakan kata yang berbeda. D. Homografi Homografi adalah hubungan antara dua satuan bahasa atau lebih yang tulisannya sama, tetapi dilafalkan berbeda dan maknanya pun berbeda. Satuan bahasa yang mempunyai hubungan homografi disebut homograf. Contoh terasˡ dengan teras²; apelˡ dan apel²; mentalˡ dengan mental² merupakan satuan bahasa yang mempunyai hubungan homografi.kata terasˡ ditulis dengan huruf t-e-r-a-s yang dilafalkan [təras] dengan makna ‘inti atau tinggi’ seperti dalam kalimat sejumlah pejabat teras [təras] berkunjung di kota kami. Kata teras² ditulis dengan huruf t-e-r-a-s yang dilafalkan [teras] yang mempunyai makna ‘bagian bidang rumah di bagian luar yang tak berdinding yang biasanya untuk duduk-duduk’ seperti dalam kalimat aji dan arif sedang berada di teras [teras]. Kata terasˡ (adjektiva) yang bermakna ‘inti’ dan teras² (nomina) yang bermakna ‘bidang lantai rumah bagian luar, terbuka yang biasa untuk duduk-duduk’ merupakan kata yang berbeda. Perbedaan homografi dengan homonimi adalah kata-kata yang mempunyai hubungan homografi ditulis dengan huruf yang sama, tetapi dilafalkan secara berbeda. Sebaliknya, kata-kata yang berhomonimi adalah kata-kata itu ditulis dengan huruf yang sama dan dilafalkan sama. Persamaan homografi dan homonimi adalah setiap kata-kata yang tergabung dalam kedua hubungan itu mempunyai makna yang berbeda sehingga merupakan kata yang berbeda. Perbedaan antara homografi dan homofoni adalah kata-kata yang berhomografi ditulis dengan ejaan yang sama, tetapi dilafalkan secara berbeda. Sebaliknya, kata-kata yang tergabung dalam homofoni adalah kata-kata itu ditulis dengan huruf yang berbeda,tetapi dilafalkan sama. Persamaan antara homografi dan homofoni adalah setiap kata-kata yang mempunyai hubungan baik homografi maupun homofoni mempunyai makna yang berbedasehingga kata-kata itu merupakan kata yang berbeda. E. Oposisi dan Antonimi Secara paradikmatik, makna satuan bahasayang satu dengan yang lain dapat membentuk hubungan pertentangan makna atau kebalikan makna. Lyons (1997: 279) membedakan hubungan pertentangan makna menjadi dua yaitu oposisi dan antonomo. Oposisi adalah hubungan pertentangan makna antara satuan bahasa yang satu dengan yang lain yang tidak diikuti oleh perbedaan tingkat (gradasi). Lyons menyamakan oposisi ini dengan contradictories. Sebaliknya, antonimi adalah hubungan pertentangan makna atau kebalikan makna kata yang satu dengan makna kata yang lain yang mengandung perbedaan tingkat. Kata ayah dengan ibu, hidup dengan mati, penjual dan pembeli, mempunyai hubugan oposisi karena kata-kata yang berpasangan itu mempunyai makna yang bertentangan atau berlawanan dan pertentangan atau perlawanan itu tidak mengandung gradasi. Contoh kata ayah ‘orang tua laki-laki’ berlawanan makna dengan kata ibu yang bermakna ‘orang tua perempuan’. Perlawana makna antara kata ayah dan ibu itu tidak mengandung gradasi atau peringkat,yang terbukti tidak lazim orang menyebut agak ayah atau agak ibu. Kata ayah dan ibu berlawanan makna secara mutlak sehingga bersifat komplementer atau saling melengkapi. F. Hiponimi Hiponimi berasal dari bahasa Yunani, yaituhypo yang berarti ‘dibawah’ dan onoma yang berarti ‘nama’. Secara etimologis, hiponimi dapat didefinisikan nama-nama yang berada dibawah nama tertentu. Kridalaksana (1993: 74) menjelaskan bahwa hiponimi adalah hubungan dalam semantik antara makna spesifik dan makna generik atau antara anggota taksonomi dan makna taksonomi, misalnya antara kucing, anjing, dan kambing disebut hiponim dari hewan; leksem hewan disebut disebut superordinat dari kucing, anjing, dan kambing. Kucing, anjing, dan kambing disebut kohiponim (sesama anggota hiponim dari nama atau kata tertentu). G. Meronimi Cruse (1986: 157 – 163) menjelaskan bahwa meronimi adalah hubungan butir leksikal yang satu dengan butir leksikal yang laindengan bentuk hubungan pokok dan bagian-bagiannya. Perbedaan dan persamaan antara hiponimi dan meronimi adalah sebagai berikut ini. Meronimi merupakan hubungan kata umum - - khusus yang didasarkan pada hubungan pokok (keseluruhan) dengan bagian-bagiannya. Analisis hubungan meronimi menghasilkan suatu meronim yang merupakan nama-nama bagian dari keseluruhan bendaatau wujud tertentu. Sebaliknya, hiponimi adalah hubungan kata umum dan kata khusus berdasarkan hubungan atasan dan bawahannya. Hasil akhir analisis hiponimi adalah sejumlah hiponim yang berupa nama-nama suatu benda yang merupakan bawahan dari kata atau nama tertentu. Persamaan meronimi dan hiponimi adalah keduanya membentuk hubungan umum-khusus. Baik meronimi maupun hiponimi bermanfaat untuk menginfentarisasi berbagai leksem untuk entri suatu kamus. Hiponimi dan meronimi ini efektif untuk membentuk kamus rumpun atau kamus kelompok. Bagi siswa dan guru, konsep meronimi ini dapat digunakan sebagai cara untuk mengembangkan kosakata. Bagi pemakai bahasa secara umum, konsep meronimi dapat digunakan sebagai cara untuk memperluas kosakata dan memperdalam pemahaman tentang makna kata. Di samping itu, meronimi bermanfaat untuk melatih pemakai bahasa untuk melakukan penalaran dan klasifikasi secara tertib dan teliti. H. Polisemi Polisemi adalah kajian sebuah leksem atau sebuah satuan leksikal yang mempunyai makna lebih dari satu. Leksem atau satuan leksikal yang berpolisemi masih merupakan kata yang sama. Dengan kata laian, leksem-leksem yang berpolisemi itu mempunyai komponen makna dasar atau makna umum ang sama. Contoh, leksem kepala mempunyai komponen makna (+) mengendalikan, (+) terletak di atas/di depan, (+) manusia/hewan. Perbedaan dan persamaan antara polisemi dan homonimi adalah sebagai berikut ini. Satuan leksikal yang berpolisemi maknanya masih sesua atau tidak bergeser dari makna dasarnya sehingga satuan leksikal yang berpolisemi merupakan leksem atau kata yang sama. Sebaliknya, satuan leksikal yang berhomonii maknanya berbeda sehingga satuan leksikal yang berhomonimi itu merupakan leksem atau kata yang berbeda. Persamaan antara polisemi dan homonimi adalah satuan leksikal baik yang berpolisemi maupun berhomonimi mempunyai bentuk yang sama, baik ejaan maupun pelafalannya. BAB VII KEAMBIGUITASAN DAN KERANCUAN MAKNA A. Keambiguitasan makna Keambiguitasan atau ketaksaan makna adalah kegandaan makna satuan bahasa yang disebabkan oleh struktur gramatikal satuan bahasa itu sehingga memungkinkan penafsiran ganda bagi pendengar atau penyimak (Kemson, 1995: 107 – 110). Contoh kalimat dukun melahirkan di tengah jalan adalah ambigu karena kalimat itu mengandung penafsiran ganda. Pertama kalimat dukun melahirkan di tengah jalan dapat ditafsirkan ‘orang yang mempunyai profesi sebagai dukunkhusu menangani orang melahirkan sedang beada di jalan. Kedua, kalimat dukun melahirkan di jalan dapat ditafsirkan ‘dukun sedang
Read more...

SINGKATAN bAKU

0 komentar
SINGKATAN BAKU AQMS : Air Quality Monitoring System ASS : Spekrometer Serapan Atom AATHP : Agreement Transboundary Haze Pollution ADB : Asian Development Bank AFP : Asian Forest Partner APBN : Anggaran Pembangunan Belanja Negara API : Air Pollutant Index APLI : Asosiasi Pengolah Limbah Indonesia AL : Angkatan Laut a.n. : Atas Nama ATM : Anjungan Tunai Mandiri Bpk : Bapak BCA : Bank Central Asia BEJ : Bursa Efek Jakarta BES : Bursa Efek Surabaya BH : Badan Hukum BI : Bank Indonesia, Bahasa Indonesia BK : Bung Karno BKD : Badan Kepegawaian Daerah BLBI : Badan Likuiditas Bank Indonesia BNI : Bank Negara Indonesia BPKP : Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan BPPN : Badan Penyehatan PerbankanNasional BPS : Biro Pusat Statistik BRI : Bank Rakyat Indonesia BRM : Bendara Raden Mas, gelar bangsawan putra di Kraton Yogyakarta BSI : Bina Sarana Informatika BTN : Bank Tabungan Negara BTI : Barisan Tani Indonesia BUMN : Badan Usaha Milik Negara B3 : Bahan Berbahaya dan Beracun BBG : Bahan Bakar Gas BKKH : Balai Kliring Keanekaragaman Hayati BKSDA : Balai Konservasi Sumber Daya Alam BMAL : Baku Mutu Air Limbah BMEU : Baku Mutu Emisi Udara BMG : Badan Meteorologi dan Geofisika BPLHD : Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah BPN : Badan Pertanahan Nasional BPO : Bahan Perusak Ozon BPPT : Badan Pengkajian dan Penerapan Tenologi dll : dan lain-lain Dr. : Doktor (gelar akademik) dr. : dokter (profesi) Dra. : Doktoranda Drs. : Doktorandus DAS : Daerah Aliran Sungai DB : Demam Berdarah; Database DDIi : Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia DIY : Daerah Istimewa Yogyakarta DKI : Daerah Khusus Ibukota DKJ : Dewan Kesenian Jakarta DM : Diabetes Melitus DPC : Dewan Perwakilan Cabang DPD : Dewan Perwakilan Daerah DPO : Daftar Pencarian Orang DPR : Dewan Perwakilan Rakyat DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPS : Daftar Pemilih Sementara DPW : Dewan Pimpinan Wilayah DAK : Dana Alokasi Khusus DKP : Departemen Kelautan dan Perikanan DME : Desa Mandiri Energi GBK : Gelora Bung Karno Gg : Gang GNRHL : Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan GRK : Gas Rumah Kaca HKTI : Himpunan Kerukunan Tani Indonesia HMI : Himpunan Mahasiswa Islam HPBI : Himpunan Pencinta Bahasa Indonesia HTI : Hisbut Tahrir Indonesia HPH : Hak Penguasaan Hutan ITB : Institut Teknologi Bandung ITI : Institut Teknologi Indonesia ITS : Institut Teknologi Sepuluh November IPAL : Instalasi Pengolah Air Limbah Ka. : Kepala Kg : Kilogram Km : Kilometer KA : Kereta Api KB : Keluarga Berencana KKN : Kuliah Kerja Nyata KKN : Korupsi Kolusi dan Nepotisme KM : Kapal Motor KIM : Kampanye Indonesia Menanam KKH : Konvensi Keanekaragaman Hayati KMA : Kriteria Mutu Air KNLH : Kementrian Negara Lingkungan Hidup LAN : Lembaga Administrasi Negara LDII : Lembaga Dakwah Islam Indonesia LEI : Lembaga Ekolabel Indonesia LIPI : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat M. Hum. : Master Humaniora M.A. : Mahkamah Agung MADN : Majelis Adat Dayak Nasional MLI : Masyarakat Linguistik Indonesia M.M. : Magister Manajemen MPR : Majelis Permusyawaratan Rakyat MQ : Manajemen Qolbu NIK : Nomor Induk Karyawan NIP : Nomor Induk Pegawai NIS : Nomor Induk Siswa NISN : Nomor Induk Siswa Nasional NU : Nahdatul Ulama PGA : Pendidikan Agama PKB : Partai Kebangkitan Bangsa PKS : Partai Keadilan Sejahtera PLN : Perusahaan Listrik Negara PLTA : Pembangkit Listrik Tenaga Air PLTD : Pembangkit Listrik Tenaga Diesel PNS : Pegawai Negeri Sipil PP : Peraturan Pemerintah Rp : Rupiah RCTI : Rajawali Citra Televisi Indonesia RI : Republik Indonesia RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RUU : Rencana Undang-undang SOP : Standard Operation Perusahaan SD : Sekolah Dasar SMP : Sekolah Menengah Pertama SMA : Sekolah Menengah Atas SDM : Sumber Daya Manusia SLHI : Status Lingkungan Hidup Indonesia TK : Taman Kanak-kanak TKI : Tenaga Kerja Indonesia TNI : Tentara Nasional Indonesia UU : Undang-undang WTS : Wanita Tuna Susila WTN : Wahana Tata Nugraha ZEE : Zona Ekonomi Eksklusif AKRONIM BAKU Amdal : Analisi Mengenai Dampak Lingkungan APRI : Angkatan Perang Republik Indonesia APRA : Angkatan Perang Ratu Adil AKABRI : Akademi Angkata Bersenjata Republik Indonesia AKMIL : Akademi Militer AKPOL : Akademi Polisi AKPER : Akademi Perawat ALUTSISTA : Alat Utama Sistem Senjata Arema : Arek Malang AURI : Angkatan Udara Republik Indoesia Balitbang : Badan Penelitian dan Pengembangan Bappeda : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bappenas : Badan perencanaan Pembangunan Nasional Bawasprop : Badan pengawas Provinsi Bawasda : badan pengawas Daerah Bandara : Bandar Undara Binus : Bina Nusantara Buser : Buru Sergap BAKOSURTANAL : Badan Koordinasi Survei Pemetaan Nasional Bapedalda : Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Dandim : Komandan Komando Distrik Militer Danun : Daftar Nilai Ujian Nasional Danrem : Komandan Komando Resor Militer Depag : Departemen Agama Depdagri : Departemen Dalam Negeri Depdiknas : Departemen Pendidikan Nasional Dephankan : Departemen Pertahanan Keamanan Depkes : Departemen Kesehatan Depkominfo : Departemen Komunikasi dan Informasi Deplu : Departemen Luar Negeri Depnaker : Departemen Tenaga Kerja Dirut : Direktur Utama Dubes : Duta Besar Dufan : Dunia Fantasi Dephut : Departemen kehutanan Gelora : Gelanggang Olahraga Gerhan : Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Hardiknas : Hari Pendidikan Nasional (2 Mei) Hartiknas : Hari Kebangkitan Nasional (20 Mei) Hiski : Himpunan sarjana Kesusastraan Indonesia Jabar : Jawa Barat Jabodetabek : Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi Jagorawi : Jakarta Bogor Ciawi Jakbar : Jakarta Barat Jalinbar : Jalan Lintas Barat Jamsostek : Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kabidhumas : Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kabin : Kepala Badan Intelijen Negara Kapolda : Kepala Kepolisian Daerah Kapolres : Kepala Kepolisian Resor Kapolresta : Kepala Kepolisian Resor Kota Kapoltabes : Kepala Kepolisian Kota Besar Kapolri : Kepala Kepolisian Republik Indonesia Kapolsek : Kepala Kepolisian Sektor LAPAN : Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Mabes : Markas Besar Mendagri : Menteri Dalam Negeri Mendiknas : Menteri Pendidikan Nasional Menhan : Menteri Pertahanan Monas : Monumen Nasional Panwaslu : Panitia Pengawas Pemilihan Umum Paspampres : Pasukan Pengamanan Presiden Pelita : Pembangunan Lima Tahun Pemilu : Pemilihan Umum Perda : Peraturan Daerah Polantas : Polisi Lalu-Lintas Polairud : Polisi Air dan Udara Polwan : Polisi Wanita Poskamling : Pos Keamanan Lingkungan Posko : Pos Komando Posayandu : Pos Pelayanan Terpadu Pusdiklat : Pusat Pendidikan dan Pelatihan Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat Puskesdes : Pusat Kesehatan Desa
Read more...
Sabtu, 25 Mei 2013

Filologi

2 komentar


A.    Pengertian Filologi

1.      Etimologi Kata Filologi
Filologi secara etimologis berasal dari bahasa Yunani philologia. Philologia berasal dari dua kata, yaitu philos yang berarti ‘teman’ dan logos yang berarti ‘pembicaraan atau ilmu’. Berdasarkan etimologinya, dua kata tersebut kemudian membentuk arti ‘senang berbicara’ atau ‘senang ilmu’. Arti ini kemudian berkembang menjadi senang belajar, senang kepada ilmu, dan senang kepada hasil-hasil karya-karya tulis yang bermutu tinggi, seperti karya sastra.
2.      Istilah Filologi
Filologi sebagai istilah, pertama kali diperkenalkan oleh Erastothenes, dan  kemudian dipergunakan oleh sekelompok ahli dari Iskandariyah sejak abad ke-3 S.M. Sekelompok ahli ini bekerja dengan tujuan untuk menemukan bentuk asli teks-teks lama Yunani, dengan jalan menyisihkan kesalahan-kesalahan yang terdapat di dalamnya. Sebagai istilah, filologi mempunyai definisi yang sangat luas, dan selalu berkembang.
a.      Filologi sebagai Imu Pengetahuan
Filologi pernah disebut sebagai L’etalage de savoir ‘pameran ilmu pengetahuan’. Hal ini dikarenakan filologi membedah teks-teks klasik yang mempunyai isi dan jangkauan yang sangat luas. Gambaran kehidupan masa lampau, berserta segala aspeknya, dapat diketahui melalui kajian filologi. Termasuk di dalamnya, berbagai macam ilmu pengetahuan dari berbagi macam bidang ilmu.

b.      Filologi sebagai Ilmu Sastra
Filologi juga pernah dikenal sebagai ilmu sastra. Hal ini dikarenakan adanya kajian filologi terhadap karya-karya sastra masa lampau, terutama yang bernilai tinggi. Kajian filologi semakin merambah dan meluas menjadi kajian sastra karena mampu mengungkap karya-karya sastra yang bernilai tinggi.
c.      Filologi sebagai Ilmu Bahasa
Teks-teks masa lampau yang dikaji dalam filologi, menggunakan bahasa yang berlaku pada masa teks tersebut ditulis. Oleh karena itu, peranan ilmu bahasa, khususnya linguistik diakronis sangat diperlukan dalam studi filologi.
d.     Filologi sebagai Studi Teks
Filologi sebagai istilah, juga dipakai secara khusus di Belanda dan beberapa negara di Eropa daratan. Filologi dalam pengertian ini dipandang sebagai studi tentang seluk-beluk teks, di antaranya dengan jalan melakukan kritik teks.
Filologi dalam perkembangannya yang mutakhir, dalam arti sempit berarti mempelajari teks-teks lama yang sampai pada kita di dalam bentuk salinan-salinanya dengan tujuan menemukan bentuk asli teks untuk mengetahui maksud penyusunan teks tersebut. Filologi dalam arti luas berarti mempelajari kebudayaan, pranata, dan sejarah suatu bangsa sebagaimana yang terdapat dalam bahan-bahan tertulis.
Mario Pei dalam bukunya yang berjudul Glossary of Linguistic Terminology (1966) memberikan batasan bahwa filologi merupakan ilmu dan studi bahasa yang ilmiah seperti yang disandang oleh linguistik pada masa sekarang, dan apabila studinya dikhususkan pada teks-teks tua, filologi memperoleh pengertian semacam linguistik historis (Baried, 1985: 3).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993: 277) istilah filologi diartikan sebagai ilmu tentang bahasa, kebudayaan, pranata, dan sejarah suatu bangsa sebagaimana terdapat di bahan-bahan tertulis. Berbicara mengenai filologi, Soebadio (1991: 3) menyatakan bahwa filologi adalah teknik telaah yang menyangkut masalah-masalah dalam naskah lama. Filologi juga dapat diartikan sebagai telaah sastra (kesusastraan) dan ilmu (disiplin) yang berkaitan dengan sastra atau bahasa yang dipakai dalam karya sastra. Tetapi dalam perkembangannya telaah dengan teknis filologi kemudian mendapat arti jangkauan yang lebih luas, yaitu dihubungkan dengan masalah-masalah kebahasaan secara umum, termasuk bidang-bidang yang kini digolongkan bidang linguistik, seperti tata bahasa, semantik, perubahan sandi, dan lain-lain. Dewasa ini pengertian filologi telah menjadi lebih luas dan terarah, yaitu meliputi telaah mengenai bahasa yang digunakan manusia (human speech), terutama bahasa sebagai wahana sastra dan sebagai bidang studi yang dapat memberi kejelasan mengenai sejarah kebudayaan (Soebadio, 1991: 3).
Sedangkan Morgan L. Walters dalam Mulyani (1996: 109) menyatakan bahwa filologi adalah:
The study of the origin, relationship, development, etc. of language. ‘penyelidikan tentang keaslian, hubungan, perkembangan, dan sebagainya dari bahasa’.

Webster’s New International Dictionary menyatakan bahwa filologi adalah ilmu bahasa dan studi tentang kebudayaan-kebudayaan bangsa-bangsa yang beradab seperti diungkapkan terutama dalam bahasa, sastra, dan agama mereka (Sutrisno, 1981: 8).
Groot Woordenboek der Nederlandse Taal dinyatakankan bahwa filologi adalah ilmu mengenai bahasa dan sastra suatu bangsa, mula-mula berhubungan dengan bahasa dan sastra bangsa Yunani dan Romawi, tetapi kemudian meluas kepada bahasa dan sastra bangsa lain seperti bangsa Perancis, Spanyol, Portugis, Jerman, Belanda, Inggris, dan Slavia (Sutrisno, 1981: 8).
Filologi juga diberi artian sebagai satu disiplin yang berhubungan dengan studi terhadap hasil budaya manusia pada masa lampau (Soeratno, 1990:1). Sedangkan Djamaris (1977: 20) menyatakan bahwa filologi adalah suatu ilmu yang objek penelitiannya adalah manuskrip-manuskrip kuna. Berbeda halnya dengan Bachtiar (1973: 1), yang memberikan batasan bahwa filologi adalah pengetahuan mengenai naskah-naskah sastra. Di Indonesia, yang dalam sejarahnya banyak dipengaruhi oleh bangsa Belanda, arti filologi mengikuti penyebutan yang ada di negara Belanda, yaitu suatu disiplin yang mendasarkan kerjanya pada bahan tertulis dan bertujuan mengungkapkan makna teks tersebut dalam segi kebudayaan.
Filologi di Indonesia diterapkan pada teks-teks yang menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa daerah, seperti bahasa Melayu, Aceh, Batak, Minangkabau, Sunda, Jawa, Bali, Bugis, dan lain-lain. naskah yang mendukung teks dalam bahasa-bahasa tersebut  terdapat pada kertas atau lontar.
Filologi dalam Kamus Istilah Filologi (1977: 27), didefinisikan sebagai “ilmu yang menyelidiki perkembangan kerohanian suatu bangsa dan kekhususannya, atau yang menyelidiki kebudayaan berdasarkan bahasa dan kesusastraannya”. Djamaris (1977: 20) memberikan pengertian yang lebih spesifik mengenai filologi. Filologi diartikan sebagai suatu ilmu yang objek penelitiannya adalah manuskrip-manuskrip kuna. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian filologi  secara luas, adalah ilmu yang mempelajari perkembangan kebudayaan suatu bangsa yang meliputi bahasa, sastra, seni, dan lain-lain. Perkembangan tersebut dipelajari melalui hasil budaya manusia pada masa lampau berupa manuskrip-manuskrip kuna yang kemudian diteliti, ditelaah, difahami, dan ditafsirkan. Pengertian-pengertian filologi di atas, menggambarkan keluasan jangkauan analisis filologi.
B.    Objek Penelitian Filologi
Sasaran kerja penelitian filologi adalah naskah, sedangkan objek kerjanya adalah teks (Baried, 1994: 6). Oleh karena itu, perlu dibicarakan hal-hal mengenai seluk-beluk naskah dan teks.
1.      Pengertian naskah
Naskah merupakan objek kajian filologi berbentuk riil, yang merupakan media penyimpanan teks. Baried (1994: 55), berpendapat bahwa naskah adalah tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa masa lampau. Darusuprapta (dalam Surono 1983: 1), memberikan definisi, bahwa naskah sering disamakan dengan teks yang berasal dari bahasa Latin textua yang berarti ‘tulisan yang mengandung isi tertentu’. Naskah juga dapat diberi pengertian sebagai semua peninggalan tertulis nenek moyang kita pada kertas, lontar, kulit kayu, dan rotan (Djamaris, 1977: 20). Naskah atau manuskrip, ditulis dengan bahan-bahan yang beragam. Baried (1985: 6),  berpendapat bahwa bahan-bahan yang digunakan untuk menulis naskah antara lain:
(1) karas yaitu papan atau batu tulis dengan alat yang dipakai untuk menulisi tanah; (2) dluwang, atau kertas Jawa dari kulit kayu; (3) bambu yang dipakai untuk naskah Batak; (4) kertas Eropa yang biasanya ada watermark atau cap air.

Ismaun (1996: 4) menyatakan bahwa:
Naskah daerah seperti naskah Sunda dibuat dari daun lontar, janur, daun enau, daun pandan, nipah, daluwang, dan kertas. Naskah Jawa pada umumnya menggunakan lontar menggunakan bahan lontar (ron tal ‘daun tal’ atau ‘daun siwalan’), dluwang, yaitu kertas Jawa dari kulit kayu, dan kertas. Sementara itu masih ada penggolongan jenis dluwang dan kertas yang lebih rinci, seperti kertas gendong, kertas tela, kertas kop, dan kertas bergaris. Bahan naskah (manuskrip) nampaknya tidak terbatas pada bahan-bahan tersebut di atas, bahkan bahan naskah di wilayah nusantara lebih beragam daripada di Jawa, seperti perkamen, kertas, bambu, lontar, kulit kayu, dan lain-lain.

Keterangan di atas dapat memberikan gambaran bahwa bahan naskah digolongkan dalam tiga golongan, antara lain: bahan mentah dari bambu, kulit kayu, rontal dan daun palem lainnya. Bahan setengah matang dengan proses sederhana, antara lain perkamen, dluwang, dan bahan matang dengan proses sempurna seperti kertas Eropa. Kertas Eropa ini, pada abad XVIII dan XIX mulai menggantikan dluwang karena kualitasnya lebih baik untuk naskah di Indonesia. Alat yang digunakan untuk menulis naskah, disesuaikan dengan bahan yang akan ditulisi. Bahan naskah mentah biasanya menggunakan pisau seperti pengot di Jawa Barat dan pengutik di Bali.
Naskah lama yang ditulis atau disalin dengan tangan, dapat memberikan berbagai macam informasi mengenai naskah itu sendiri maupun penulis dan penyalin naskah yang bersangkutan. Informasi tersebut dapat dilihat dengan membandingkan: (1) keadaan tulisan. Tulisan yang jelas, rapi, indah, dan tidak mengandung banyak kesalahan menunjukkan hasil tulisan penulis atau penyalin yang berpengalaman, seperti penulis ahli pada istana raja; (2) keadaan bahan naskah yang dapat digunakan sebagai gambaran awal mengenai umur naskah (Soebadio, 1991: 4).
2.      Penggolongan Naskah
Keanekaragaman naskah tidak hanya terdapat pada unsur fisik naskah  seperti keanekaragaman bahan yang digunakan untuk menulis naskah, jenis tinta yang digunakan, keadaan tulisan naskah, dan lain-lain. Keanekaragaman juga terlihat dalam jenis-jenis naskah yang ditulis. Sebagai contoh, misalnya penggolongan naskah-naskah Jawa. Naskah Jawa sudah dikelompokkan dalam beberapa jenis. Penjenisan naskah adalah pengelompokan naskah berdasarkan ragam-ragam tertentu yang menjadi ciri kahas, sehingga berbeda dengan  yang lain. Namun harus dimaklumi, kadang-kadang tidak mudah untuk menentukan sebuah naskah termasuk jenis mana, karena berbgai ragam yang dikandungnya.
Berikut ini adalah contoh-contoh penjenisan naskah Jawa berdasarkan beberapa katalog dan pendapat para ahli:
Daftar yang disusun oleh Pigeaud (dalam Soebadio 1991: 10) membagi naskah  menjadi beberapa macam, antara lain:
(1) naskah keagamaan yang meliputi berbagai jaman dan jenis atau aliran agama dan kepercayaan; (2) naskah kebahasaan yang menyangkut ajaran bahasa-bahasa daerah. Ada juga naskah yang memberi pengajaran bahasa yang terselubung dengan memanfaatkan ajaran tata bahasa lewat cerita-cerita rakyat; (3) naskah filsafat dan folklore; (4) naskah mistik rahasia, dalam hal ini perlu diperhatikan secara khusus berbagai jenis naskah yang mengandung ajaran filsafat dan mistik yang tidak dimaksudkan untuk umum, melainkan hanya diajarkan kepada yang sudah termasuk kelompok “dalam” atau yang sudah dikenakan “inisiasi”; (5) naskah mengenai ajaran dan pendidikan moral; (6) naskah mengenai peraturan dan pengalaman hukum; (7) naskah mengenai keturunan dan warga raja-raja; (8) bangunan dan arsitektur; (9) obat-obatan. Naskah tersebut umumnya mengandung petunjuk mengenai ramuan obat-obatan tradisional yang berdasarkan tumbuh-tumbuhan (jamu); terdapat juga naskah yang memberi petunjuk mengenai cara pengobatan lewat jalan mistik, meditasi, yoga, dan sebagainya; (10) perbintangan; (11) naskah mengenai ramalan; (12) naskah kesastraan, kisah epik (kakawin) dan lain sebagainya; (13) naskah bersifat sejarah (babad), dan sebagainya; (14) jenis-jenis lain yang  tidak tercakup dalam kategori-kategori di atas.   

Girardet dan Soetanto (1983), mengelompokkan naskah mula-mula dengan menggolongkan berdasarkan tempat penyimpanannya. Misalnya di perpustakaan Kraton Surakarta, Pura Mangkunegaran, Museum Radya Pustaka, Kraton Yogyakarta, Pura Pakualaman, Sanabudaya, dan lain-lain. Kemudian dikelompokkan menurut jenis naskah, antara lain: (1) Chronicles, Legends, and Myths; (2) Religion, Philosophy and Ethics; (3) Court Affairs, Laws, Treaties and Regulations; (4) Text Books and Guides, Dictionaries, and Encyclopaedias.
Behrend (1990: v-vii),mengelompokkan naskah berdasarkan jenis sastranya, antara lain:
(1)   sejarah; (2) silsilah; (3) hukum; (4) bab wayang; (5) sastra wayang; (6) sastra; (7) piwulang; (8) Islam; (9) primbon; (10) bahasa; (11) musik; (12) tari-tarian; (13) adat-istidadat; (14) lain-lain: teks-teks lain yang  tidak dimuat di bawah kategori-kategori lainnya.

Penjenisan Naskah Jawa Berdasarkan Katalogus Naskah Verde antara lain:
(1) Puisi Epis; (2) Mitologi dan Sejarah Legendaris; (3) Babad dan Kronik; (4) Cerita, Sejarah, dan Roman;  (5) Karya-karya Dramatis, Wayang, Lakon; (6) Karya-karya Kesusilaan dan Keagamaan; (7) Karya-karya Hukum, Kitab-kitab Undang-undang; (8) Ilmu dan Pelajaran: Tata Bahasa, Perkamusan, Pawukun (Astronomi), Sangkalan (Kronologi), Katuranggan; (9) Serba-serbi

Penjenisan Naskah Jawa Berdasarkan Katalogus Naskah Juynboll:
(1) Prasasti-prasasti dan Turunan-turunannya; (2) Syair Jawa Kuna (Kakawin); (3) Syair Jawa Pertengahan dan Metrum Tengahan; (4) Syair Jawa Pertengahan dengan  Metrum Macapat; (5) Syair Jawa Baru dengan  Metrum Macapat; (6) Prosa: Jawa Kuna; Jawa Pertengahan; Jawa Baru.

Penjenisan Naskah Jawa Berdasarkan Katalogus Brandes:
Katalogus Brandes terbit dalam empat jilid (Brandes 1901, 1903, 1904, 1916). Penyajiannya tidak digolong-golongkan tetapi dengan  disusun berurutan mengikuti abjad naskah. Jelasnya sebagai berikut: (1) Jilid I (1901) : Adigama sampai dengan  Ender; (2) Jilid II (1903) : Gatotkacacarana dampai dengan  Putrupasaji; (3) Jilid III (1904) : Rabut Sakti sampai dengan  Yusup; (4) Jilid IV (1916) : Naskah-naskah tak berjudul.

Penjenisan Naskah Jawa Berdasarkan Katalogus/ Daftar Naskah Poerbatjaraka:
Penjenisan naskah Jawa dalam katalogus ini tidak dikelompok-kelompokkan, hanya disusun berdasarkan urutan abjad naskah. Namun secara terpsisah sebenarnya Poerbatjarakan membuat uraian khusus berdasarkan naskah-naskah Jawa yang  dikelompokkan penjenisannya sebagai berikut: (1) Naskah-naskah Panji; (2) Naskah-naskah Menak; (3) Naskah-naskah Rengganis- Ambiya-Sastra Pesantren – Suluk dan Primbon; (4) Kakawin; (5) Parwa; (6) Babad; (7) Kitab Undang-undang. Khusus untuk penggolongan nomor 4 sampai dengan 7 hanya merupakan rencana penggolongan naskah Jawa, tetapi samapai sekarang ini belum dapat terwujud.
Katalogus Ricklefs–VoorhoevRicklefs dan Voorhoev menggolongkan naskah-naskah Jawa berdasarkan atas bahasa yang  digunakan seara kronologis atau dialektologis, sehingga terdapat penjenisan naskah Jawa sebagai berikut (1) Naskah-naskah Jawa Baru; (2) Naskah-naskah Jawa Pertengahan; (3) Naskah-naskah Jawa Kuna.
Naskah Jawa sendiri, jika digolongkan berdasarkan kandungan isinya, menurut Pigeaud dalam Soebadio (1991: 10), antara lain adalah:
a.      Naskah Keagamaan yang  meliputi berbagai jaman dan jenis atau aliran agama dan kepercayaan.
b.      Naskah Kebahasaan yang  menyangkut ajaran-ajaran bahasa-bahasa daerah.
c.      Naskah Filsafat dan Folklore
d.     Naskah Mistik Rahasia
e.      Naskah mengenai ajaran dan pendidikan moral
f.       Naskah mengenai peraturan dan pengalaman hukum
g.      Naskah mengenai keturunan dan warga raja-raja
h.      Naskah mengenai bagunan dan arsitektur
i.        Naskah mengenai obat-obatan. Naskah tersebut umumnya mengandung petunjuk mengenai ramuan obat-obatan tradisional yang  berdsarkan tumbuh-tumbuhan (jamu); terdapat juga naskah yang  memberi petunjuk mengenai cara pengobatan lewat jalan mistik, meditasi, yoga, dan lain-lain.
j.        Naskah mengenai arti perbintangan. Naskah-naskah yang  bersangkutan lebih cenderung pada astrologi daripada astronomi.
k.      Naskah mengenai ramalan, penjelasan impian, dan tanda-tanda yang  terdapat pada tubuh manusia, hewan, dan lain-lain.
l.        Naskah kesastraan, kisah epik (kakawin), dan sebagainya. Naskah-naskah ini memberi informasi pula mengenai keadaan negara dan alam pada jaman naskah disusun.
m.    Naskah bersifat Babad (sejarah), dan lain-lain.
n.      Jenis-jenis lain yang  tidak tercakup dalam kategori-kategori di atas.          
3.      Pengertian teks
Onions (dalam Darusuprapta 1984: 1), mendefinisikan teks sebagai rangkaian kata-kata yang merupakan bacaan dengan isi tertentu. Soeratno (1990: 4), menyebutkan bahwa teks merupakan informasi yang terkandung dalam naskah, yang sering juga disebut muatan naskah. Ilmu yang mempelajari tentang seluk-beluk teks disebut tekstologi, yang antara lain meneliti penjelmaan dan penurunan teks sebuah karya sastra, penafsiran, dan pemahamannya. Secara garis besar dapat disebutkan adanya tiga macam teks dalam penjelmaan dan penurunannya, yaitu: (1) teks lisan (tidak tertulis); (2) teks naskah (tulisan tangan); (3) teks cetakan (Baried, 1994: 58).
Pengertian naskah dan teks di atas dapat memberikan kesimpulan mengenai perbedaan naskah dan teks. Naskah merupakan sesuatu yang konkret, sedangkan teks menunjukkan pengertian sebagai sesuatu yang abstrak. Teks merupakan kandungan atau muatan naskah, sedang naskah sendiri merupakan alat penyimpanannya.

C.    Tujuan Filologi

Tujuan studi filologi dibagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum filologi yaitu: (1) memahami sejauh mungkin kebudayaan suatu bangsa melalui hasil sastranya, baik lisan maupun tertulis; (2) memahami makna dan fungsi teks bagi masyarakat penciptanya; (3) mengungkapkan nilai-nilai budaya lama sebagai alternatif pengembangan kebudayaan. Sedangkan tujuan khususya adalah: (1) menyunting sebuah naskah yang dipandang paling dekat dengan teks aslinya; (2) mengungkap sejarah terjadinya teks dan sejarah perkembangannya; (3) mengungkap resepsi pembaca setiap kurun penerimaannya.
Secara khusus, studi filologi sebagai suatu disiplin ilmu, mempunyai tujuan kerja tertentu. Tujuan kerja filologi tersebut pada dasarnya bertitik tolak dari adanya berbagai bentuk variasi teks (Soeratno, 1990: 3). Cara pandang mengenai bentuk-bentuk variasi tersebut kemudian melahirkan dua konsep penelitian filologi, yaitu konsep filologi tradisional dan konsep filologi modern. Masing-masing konsep ini memiliki dua tujuan yang berbeda. Konsep filologi tradisional, memandang variasi secara negatif (sebagai bentuk korup). Oleh karena itu, penelitian filologi dengan konsep ini bertujuan untuk menemukan bentuk asli atau bentuk mula teks, maupun yang paling dekat dengan bentuk mula teks (Baried, 1994: 6-7).
Arti filologi di Indonesia mengikuti arti yang tradisional yaitu filologi yang menitikberatkan penelitiannya kepada bacaan yang rusak. Namun dalam perkembangannya mengarah pada pengertian filologi modern, yaitu studi filologi yang memandang bahwa perbedaan-perbedaan yang ada dalam berbagai naskah tersebut sebagai justru sebagai alternatif yang positif. Varian-varian tersebut dipandang sebagai pengungkapan kegiatan yang kreatif untuk memahami teks, menafsirkannya, membetulkan jika dipandang tidak tepat, mengaitkan dengan ilmu bahasa, sastra, budaya, keagamaan, tata politik yang ada pada zamannya. Dalam pandangan ini naskah dipandang sebagai dokumen budaya, sebagai refleksi dari zamannya.
D.    Tempat Penyimpanan Naskah Nusantara

Naskah yang memiliki keanekaragaman jenis tersebut berjumlah sangat banyak. Sebagian naskah tersimpan di bagian pernaskahan Perpustakaan Nasional Jakarta, gedung Kirtya Singaraja, Perpustkaan Sanapustaka Kraton Surakarta, Perpustakaan Reksapustaka Pura Mangkunegaran Surakarta, dan Perpustakaan Museum Radya Pustaka Surakarta, Perpustakaan Fakultas Sastra UI, UNS, dan beberapa pemerintah daerah misalnya Banyuwangi, dan Sumenep, perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Balai Penelitian Bahasa, Jarahnitra, Rumah budaya Tembi Yogyakarta, Tepas Kapujanggan Widyabudaya Kasultanan Yogyakarta, Perpustakaan Pura Pakualaman, Museum Sanabudaya, Dewantara Kŗti Griya, perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya UGM, dan lain-lain. “Selain dimiliki oleh beberapa lembaga milik pemerintah maupun swasta, sebagian naskah lainnya masih tersimpan dalam koleksi pribadi yang tersebar luas di segala lapisan masyarakat” (Darusuprapta, 1991: 2-3).
Kecuali di Indonesia, naskah-naskah teks Nusantara juga tersimpan di museum-museum luar negeri. Misalnya di Malaysia, Singapura, Brunai, Srilanka, Thailand, Mesir, Inggris, Jerman, Rusia, Austria, Hongaria, Swedia, Afrika, Belanda, Irlandia, Amerika Serikat, Swiss, Denmark, Norwegia, Polandia, Chekoslowakia, Spanyol, Italia, Perancis, Belgia, dan lain-lain.
Read more...
 
Bahasa dan Sastra Indonesia © 2014 | Designed By Blogger Templates