A. Pendahuluan
Sastra anak adalah sastra yang dibaca anak- anak dengan bimbingan dan pengarahan anggota dewasa suatu masyarakat, sedang penulisannya juga dilakukan oleh orang dewasa “karya yang khas dunia anak, dibaca anak, serta harus dibimbing orang dewasa/orangtua”. Hal yang tidak boleh dilupakan dalam memahami dan bergaul dengan sastra anak antara lain :
• Bahwa kita berhadapan dengan karya sastra. Dengan demikian menggunakan elemen sastra yang lazim seperti sudut pandang, latar, watak, alur dan konflik, tema, gaya, dan nada.
• Kita mendapat kesan yang mendalam dan serta merta kita temukan dalam sastra bahwa adanya kejujuran, penulisan bersifat langsung, serta informasi yang memperluas wawasan.
Sastra anak bersumber dari pengalaman, pengetahuan umum, pemahaman psikologis, pedagogis, sosial, hukum, adat, budaya, bahkan agama. Sastra anak lahir kemudian diwariskan oleh nenek moyang secara turun temurun melalui lisan. Sastra anak secara formal dan intitusional dimulai pada abad ke-19.
Tema yang diangkat pada sastra anak beragam mengenai masalah kehidupan apalagi jika disangkutkan dengan tujuan penulisannya seperti pendidikan, pengajaran, budi pekerti, lingkungan, kebudayaan, anak mandiri dan lainnya. Tema yang diangkat dalam sastra anak menjauhi unsur-unsur kekerasan dan asusila. Selain dimaksudkan untuk menghibur sastra anak juga dibuat sebagai alat penunjang pendidikan karena unsur-unsurnya yang mendidik.
Pengajaran sastra di Sekolah Dasar (SD) diarahkan pada proses pemberian pengalaman bersastra. Siswa diajak untuk mengenal bentuk dan isi sebuah karya sastra melalui mengenal dan mengakrabi sastra sehingga tumbuh pemahaman dan sikap menghargai cipta sastra sebagai suatu karya yang indah dan bermakna.
Karya sastra anak yang merupakan jenis bacaan cerita anak-anak merupakan bentuk karya sastra yang ditulis untuk konsumsi anak-anak. Sebagaimana karya sastra pada umumnya, bacaan sastra anak-anak merupakan hasil kreasi imajinatif yang mampu menggambarkan dunia rekaan, menghadirkan pemahaman dan pengalaman keindahan tertentu.
Anak usia SD pada jenjang kelas menengah dan akhir sebagai pembaca sastra telah mampu menghubungkan dunia pengalamannya dengan dunia rekaan yang tergambarkan dalam cerita. Hubungan interaktif antara pengalaman dengan pengetahuan kebahasaan merupakan kunci awal dalam memahami dan menikmati bacaan cerita anak-anak. Bacaan tersebut ditinjau dari cara penulisan, bahasa, dan isinya juga harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan readiness anak.
B. Pengertian Sastra Anak-Anak
Secara konseptual, sastra anak-anak tidak jauh berbeda dengan sastra orang dewasa (adult literacy). Keduanya berada pada wilayah sastra yang meliputi kehidupan dengan segala perasaan, pikiran dan wawasan kehidupan. Yang membedakannya hanyalah dalam hal fokus pemberian gambaran kehidupan yang bermakna bagi anak yang diurai dalam karya tersebut.
Sastra (dalam sastra anak-anak) adalah bentuk kreasi imajinatif dengan paparan bahasa tertentu yang menggambarkan dunia rekaan, menghadirkan pemahaman dan pengalaman tertentu, dan mengandung nilai estetika tertentu yang bisa dibuat oleh orang dewasa ataupun anak-anak. Apakah sastra anak merupakan sastra yang ditulis oleh orang dewasa yang ditujukan untuk anak-anak atau sastra yang ditulis anak-anak untuk kalangan mereka sendiri tidak perlu dipersoalkan. Huck (1987) mengemukakan bahwa siapa pun yang menulis sastra anak-anak tidak perlu dipermasalahkan asalkan dalam penggambarannya ditekankan pada kehidupan anak yang memiliki nilai kebermaknaan bagi mereka. Sastra anak-anak adalah sastra yang mencerminkan perasaan dan pengalaman anak-anak melalui pandangan anak-anak (Norton,1993). Namun demikian, dalam kenyataannya, nilai kebermaknaan bagi anak-anak itu terkadang dilihat dan diukur dari perspektif orang dewasa.
Riris K Sarumpaet (1976:23) melihat empat titik yang membedakannya dengan bacaan orang dewasa:
1. Secara tradisional, bacaan anak-anak adalah bacaan tumbuh dari lapisan rakyat sejak zaman dahulu kala dalam bentuk mitologi, cerita-cerita binatang, dongeng, legenda, dan kisah-kisah kepahlawanan yang romantis.
2. Secara idealistis, bacaan anak-anak adalah bacaan yang patut dan universal, didasarkan pada bahan-bahan terbaik yang diambil dari zaman yang telah lalu dan karya-karya penulis terbaik masa kini.
3. Secara popular, bacaan anak-anak adalah bacaan yang bersifat menghibur, sesuatu yang menyenangkan anak-anak.
4. Secara teoritis, bacaan anak-anak adalah bacaan yang dikonsumsi anak-anak dengan bimbingan dan pengarahan orang dewasa.
Ciri khas bacaan anak-anak adalah:
1. Adanya sejumlah pantangan, artinya karena pembacanya anak-anak, maka hanya hal-hal tertentu yang dapat dikisahkan pada anak-anak usia tertentu.
2. Penyajiannya dengan gaya langsung, tidak bertele-tele atau berbelit-belit.
3. Adanya fungsi terapan.
C. Bahan Pembelajaran Sastra Anak
Dalam kurikulum 2006 Standar Kompetensi yang berhubungan dengan sastra sebagai berikut untuk tingkat Sekolah Dasar, terdiri atas aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Aspek mendengarkan yang terkait dengan sastra yakni: siswa mampu mengapresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan mendengarkan hasil sastra. Aspek berbicara yang terkait dengan sastra yakni: siswa mampu mengapresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan melisankan hasil sastra. Aspek membaca yang terkait dengan sastra yakni: siswa mampu mengapresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan membaca hasil sastra. Aspek menulis yang terkait dengan sastra yakni: siswa mampu menulis prosa dan puisi sederhana.
Membaca Puisi
Hal-hal yang dinilai dari membaca puisi antara lain (1) pemahaman terhadap puisi, (2) ketepatan ucapan atau lafal, nada, irama, dan lagu kalimat, (3) kuat atau lemah keras atau lembut: jelas atau tidaknya suara (termasuk volume), (4) penghayatan dan penjiwaan terhadap puisi yang dibaca, (5) penampilan atau ekspresi pada waktu membaca puisi.
Unsur Instrinsik, Struktur dan Ciri Karya Sastra serta Apresiasi Sastra untuk Anak
Unsur intrinsik puisi bisa dilihat dari dua segi, yaitu:
1. Dari segi isi puisi yang terdiri atas: (a) tema; (b) rasa; (c) nada; dan (d) amanat.
2. Dari segi struktur yang terdiri atas: (a) diksi; (2) imajinasi; (c) kata-kata konkret; (d) gaya bahsa; (e) ritme/irama; (f) rima/bunyi.
Menyusun Parafrase Puisi ke Prosa
1. Menyusun parafrase terikat adalah (1) memberikan makna lari, caranya dengan memberikan tambahan kata atau kata-kata pelengkap kata maupun tanda baca, yang diletakkan di dalam kurung; (2) memberikan makna lugas, caranya dengan mengubah bait menjadi paragrap dan menghilangkan tanda kurung;(3) memberikan makna kias, caranya dengan menafsirkan kata yang sekiranya bermakna kias; (4) memberikan makna utuh, caranya dengan memadukan antara makna lugas (a) dan makna kias (b) di atas menjadi satu kesatuan paragraph yang utuh dan padu.
2. Menyusun parafrase bebas adalah (1) membaca dan memahami secara keseluruhan suatu karya sastra; (2) memahami jenis perubahan yang akan dilakukan, baik bentuknya maupun redaksinya atau penggunaan bahasanya; (3) mengungkapkan kembali dengan redaksi bahasa dan bentuk yang berbeda tetapi isinya tetap sama.
Menurut Brady (1991) dan Huck, dkk (1987) (dalam Nurgiantoro, 2005: 49) pemilihan bahan bacaan sastra anak perlu mempertimbangkan tahapan perkembangan anak yang meliputi tahap perkembangan intelektual, moral, emosional, dan personal, bahasa, dan pertumbuhan konsep cerita, karena tiap tahapan mempunyai karakteristik yang berbeda sejalan dengan perkembangan tingkat kematangan anak. Nurgiantoro menambahkan bahwa dalam pemilihan bahan bacaan anak harus didasarkan pada materi yang dapat dipahami anak, yang dituliskan dengan bahasa yang sederhana sehingga dapat dibaca dan dipahami anak, dengan mempertimbangkan kesederhanaan atau kompleksitas kosakata dan struktur.
Sebagai bahan pertimbangan pemilihan bahan bacaan sastra, berikut dipaparkan pendapat pakar psikologi mengenai karakteristik anak pada kelompok usia tertentu.
Anak usia 3 – 5 tahun
1. Pemungsian tahap praoperasional (Piaget).
2. Pengalaman pada tahap prakarsa versus kesalahan (Ericson).
3. Penafsiran baik buruk, boleh tidak boleh, berdasarkan konsekuensi fisik, hadiah atau hukuman.
4. Perkembangan bahasa berlangsung amat cepat, pada usia lima tahun sudah mampu berbicara dalam kalimat kompleks.
5. Perkembangan kemampuan perseptual seperti membedakan warna dan mengenali atribut yang berbeda pada objek yang mirip.
6. Cara berpikir bertingkah laku egosentris.
7. Belajar lewat pengalaman tangan pertama.
8. Mulai menyatakan sesuatu secara bebas.
9. Belajar lewat permainan imaginative.
10. Membutuhkan pujian dan persetujuan dari orang dewasa.
11. Kurang memperhatikan masalah waktu.
12. Mengembangkan rasa tertarik dalam aktivitas kelompok.
Anak usia 6 dan 7 tahun
1. Beralih ke cara berpikir tahap operasional konkret (Piaget), mulai berpikir beda, menentang dan bersikap hati-hati.
2. Pengalaman pada tahap kepandaian versus perasaan rendah diri (Erikson).
3. Penerimaan konsep benar (baik), berdasarkan hadiah dan persetujuan.
4. Melanjutkan perkembangan pemerolehan bahasa.
5. Mulai memisahkan fantasi dari realitas.
6. Belajar berangkat dari persepsi dan pengalaman langsung.
7. Mulai berpikir abstrak, tetapi belajar lebih banyak terjadi berdasarkan pengalaman konkret.
8. Lebih membutuhkan pujian dan persetujuan dari orang dewasa.
9. Menunjukkan sensitivitas rasa dan sikap terhadap anak lain dan orang dewasa.
10. Berpartisipasi dalam kelompok sebagai anggota.
11. Mulai tumbuh rasa keadilan dan ingin bebas dari orang dewasa.
12. Menunjukkan perilaku egosentris dan sering menuntut.
Anak usia 8 dan 9 tahun
1. Pemungsian tahap berpikir operasional konkret (Piaget), berpikir kini lebih fleksibel dan hati-hati.
2. Pengalaman pada tahap kepandaian versus perasaan rendah diri (Erikson).
3. Penerimaan konsep benar berdasarkan aturan.
4. Adanya perhatian dan penghormatan dari kelompok lebih penting.
5. Mulai melihat dengan sudut pandang orang lain dan semakin berkurang sifat egonya.
6. Mengembangkan konsep dan hubungan spesial.
7. Menghargai petualangan imaginatif.
8. Menunjukkan minat dan keterampilan yang berbeda dengan kelompoknya.
9. Mempunyai ketertarikan pada hobi dan koleksi yang bervariasi.
10. Menunjukkan peningkatan kemampuan mengutarakan ide ke dalam kata-kata.
11. Membentuk persahabatan yang khusus.
Anak usia 10 – 12 tahun
1. Pemungsian tahap operasional konkret (Piaget), dapat melihat hubungan yang lebih abstrak.
2. Pengalaman pada tahap kepandaian versus perasaan rendah diri (Erikson).
3. Penerimaan masalah benar berdasarkan kenyataannya.
4. Memiliki ketertarikan yang kuat dalam aktivitas social.
5. Meningkatnya minat dalam kelompok, mencari kekariban dalam kelompok.
6. Mulai mengadopsi model ke orang lain daripada ke orang tua.
7. Menunjukkan minatnya pada aktivitas khususnya.
8. Mencari persetujuan dan ingin mengesankan.
9. Menunjukkan kemampuan dan kemauan untuk melihat sudut pandang orang lain.
10. Pencarian nilai-nilai.
11. Menunjukkan adanya perbedaan di antara individu.
12. Mempunyai citarasa keadilan dan peduli kepada orang lain.
13. Pemahaman dan penerimaan terhadap adanya aturan berdasarkan perbedaan jenis kelamin.
Anak Usia dan Adolesens (Masa Remaja)
1. Pemungsian tahap operasional formal (Piaget), kemampuan untuk memprediksi, menginferensi, berhipotesis tanpa referensi.
2. Pengalaman tahap identitas versus kebingungan (Ericson).
3. Beralih ke tahap otonomi moral (Tahap 5 dan 6 Kohlberg).
4. Menunjukkan kebebasan dari keluarga sebagai langkah menuju ke awal kedewasaan.
5. Mengidentifikasi diri dengan orang dewasa yang dikagumi.
6. Menunjukkan ketertarikannya pada isu-isu filosofis, etis, dan religius.
7. Pencarian sesuatu yang idealistis.
Bentuk karya sastra yang dijadikan bahan ajar sastra anak hendaknya memenuhi ciri-ciri sastra anak yang meliputi puisi, prosa, dan drama. Puisi anak memiliki ciri-ciri antara laian, bahasanya dapat dipahami anak, memiliki irama dan keindahannya, isinya sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Cerita anak memiliki ciri antara lain, latarnya dikenal anak, alurnya berbentuk maju dan tunggal, penokohannya dari kalangan anak, temanya tentang kehidupan sehari-hari, petualangan, olahraga, dan keluarga. Drama anak-anak memiliki ciri-ciri yang relatif sama dengan prosa yang berbeda segi dialog yang relatif sederhana dengan adegan yang tidak panjang. Sastra anak pantang dari hal-hal kekerasan, kehidupan yang pelik, dan percintaan yang erotis.
D. Manfaat Sastra Anak-Anak
Sebagai sebuah karya, sastra anak-anak menjanjikan sesuatu bagi pembacanya yaitu nilai yang terkandung di dalamnya yang dikemas secara intrinsik maupun ekstrinsik. Oleh karena itu, kedudukan sastra anak menjadi penting bagi perkembangan anak. Sebuah karya dengan penggunaan bahasa yang efektif akan membuahkan pengalaman estetik bagi anak. Penggunaan bahasa yang imajinatif dapat menghasilkan responsi-responsi intelektual dan emosional di mana anak akan merasakan dan menghayati peran tokoh dan konflik yang ditimbulkannya juga membantu mereka menghayati keindahan, keajaiban, kelucuan, kesedihan dan ketidakadilan.
Anak-anak akan merasakan bagaimana memikul penderitaan dan mengambil risiko juga akan ditantang untuk memimpikan berbagai mimpi serta merenungkan dan mengemukakan berbagai masalah mengenai dirinya sendiri, orang lain, dan dunia sekitarnya (Huck, 1987). Pengalaman bersastra di atas akan diperoleh anak dari manfaat yang dikandung sebuah karya sastra melalui unsur intrinsik di dalamnya yakni; (1) memberi kesenangan, kegembiraan, dan kenikmatan bagi anak-anak, (2) mengembangkan imajinasi anak dan membantu mereka mempertimbangkan dan memikirkan alam, kehidupan, pengalaman atau gagasan dengan berbagai cara, (3) memberikan pengalaman baru yang seolah dirasakan dan 2dialaminya sendiri, (4) mengembangkan wawasan kehidupan anak menjadi perilaku kemanusiaan, (5) menyajikan dan memperkenalkan anak terhadap pengalaman universal dan (6) meneruskan warisan sastra.
Selain nilai instrinsik di atas, sastra anak juga bernilai ekstrinsik yang bermanfaat untuk perkembangan anak terutama dalam hal (1) perkembangan bahasa, (2) perkembangan kognitif, (3) perkembangan kepribadian, dan (4) perkembangan sosial. Sastra yang terwujud untuk anak-anak selain ditujukan untuk mengembangkan imajinasi, fantasi dan daya kognisi yang akan mengarahkan anak pada pemunculan daya kreativitas juga bertujuan mengarahkan anak pada pemahaman yang baik tentang alam dan lingkungan serta pengenalan pada perasaan dan pikiran tentang diri sendiri maupun orang lain.
E. Evaluasi Pengajaran Sastra Anak
Evaluasi pengajaran sastra anak ditekankan pada aspek belajar sambil bermain dan sambil belajar. Soal atau tugas atau instrumennya bisa berupa membaca puisi, membaca cerpen, menyanyikan puisi lagu anak-anak, bercerita, menceritakan kembali, menulis puisi dengan tema tertentu, menulis puisi dengan tema bebas, menulis cerpen dengan pengalaman masing-masing, dan seterusnya. Misi penting yang harus sampai adalah menumbuhkan kecintaan anak terhadap sastra. Cara evaluasi sastra yang menekankan aspek kognitif harus dihindarkan karena hal itu justru akan menjauhkan anak dari sastra.
Daftar Rujukan
Huck, Charlotte S. 1987. Children Literature in the Elementary School New York:Holt Rinehart.
Ismawati, Esti. 2013. Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Ombak.
Nurgiantoro, Burhan. 2005. Sastra Anak. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Sabtu, 24 Mei 2014
Selasa, 04 Juni 2013
Pantun
Pantun ialah puisi lama yang terikat oleh syarat-syarat tertentu (jumlah baris, jumlah suku kata, kata, persajakan, dan isi).
Ciri-ciri pantun adalah
a. Pantun terdiri dari sejumlah baris yang selalu genap yang merupakan satu kesatuan yang disebut bait/kuplet.
b. Setiap baris terdiri dari empat kata yang dibentuk dari 8-12 suku kata (umumnya 10 suku kata).
c. Separoh bait pertama merupakan sampiran (persiapan memasuki isi pantun), separoh bait berikutnya merupakan isi (yang mau disampaikan).
d. Persajakan antara sampiran dan isi selalu paralel (ab-ab atau abc-abc atau abcd-abcd atau aa-aa)
e. Beralun dua
Berdasarkan bentuk/jumlah baris tiap bait, pantun dibedakan menjadi
a. Pantun biasa, yaitu pantun yang terdiri dari empat baris tiap bait.
b. Pantun kilat/karmina, yiatu pantun yang hanya tersusun atas dua baris.
c. Pantun berkait, yiatu pantun yang tersusun secara berangkai, saling mengkait antara bait pertama dan bait berikutnya.
d. Talibun, yaitu pantun yang terdiri lebih dari empat baris tetapi selalu genap jumlahnya, separoh merupakan sampiran, dan separho lainnya merupakan isi.
e. Seloka, yaitu pantun yang terdiri dali empat baris sebait tetapi persajakannya datar (aaaa).
Berdasarkan isinya, pantun dibedakan menjadi
a. Pantun anak-anak
- pantun bersuka cita
- pantun berduka cita
b. Pantun muda
- pantun perkenalan
- pantun berkasih-kasihan
- pantun perceraian
- pantun beriba hati
- pantun dagang
c. Pantun tua
- pantun nasehat
- pantun adat
- pantun agama
d. Pantun jenaka
e. Pantun teka-teki
CONTOH-CONTOH PANTUN
• Pantun Adat
Menanam kelapa di pulau Bukum
Tinggi sedepa sudah berbuah
Adat bermula dengan hukum
Hukum bersandar di Kitabullah
Ikan berenang didalam lubuk
Ikan belida dadanya panjang
Adat pinang pulang ke tampuk
Adat sirih pulang ke gagang
Lebat daun bunga tanjung
Berbau harum bunga cempaka
Adat dijaga pusaka dijunjung
Baru terpelihara adat pusaka
Bukan lebah sembarang lebah
Lebah bersarang dibuku buluh
Bukan sembah sembarang sembah
Sembah bersarang jari sepuluh
Pohon nangka berbuah lebat
Bilalah masak harum juga
Berumpun pusaka berupa adat
Daerah berluhak alam beraja
• Pantun Agama
Banyak bulan perkara bulan
Tidak semulia bulan puasa
Banyak tuhan perkara tuhan
Tidak semulia Tuhan Yang Esa
Daun terap di atas dulang
Anak udang mati dituba
Dalam kitab ada terlarang
Yang haram jangan dicoba
Bunga kenanga di atas kubur
Pucuk sari pandan Jawa
Apa guna sombong dan takabur
Rusak hati badan binasa
Asam kandis asam gelugur
Ketiga asam si riang-riang
Menangis mayat dipintu kubur
Teringat badan tidak sembahyang
• Pantun Budi
Bunga cina di atas batu
Daunnya lepas kedalam ruang
Adat budaya tidak berlaku
Sebabnya emas budi terbuang
Diantara padi dengan selasih
Yang mana satu tuan luruhkan
Diantara budi dengan kasih
Yang mana satu tuan turutkan
Apa guna berkain batik
Kalau tidak dengan sujinya
Apa guna beristeri cantik
Kalau tidak dengan budinya
Sarat perahu muat pinang
Singgah berlabuh di Kuala Daik
Jahat berlaku lagi dikenang
Inikan pula budi yang baik
Anak angsa mati lemas
Mati lemas di air masin
Hilang bahasa karena emas
Hilang budi karena miskin
Biarlah orang bertanam buluh
Mari kita bertanam padi
Biarlah orang bertanam musuh
Mari kita menanam budi
Ayam jantan si ayam jalak
Jaguh siantan nama diberi
Rezeki tidak saya tolak
Musuh tidak saya cari
Jikalau kita bertanam padi
Senanglah makan adik-beradik
Jikalau kita bertanam budi
Orang yang jahat menjadi baik
Kalau keladi sudah ditanam
Jangan lagi meminta balas
Kalau budi sudah ditanam
Jangan lagi meminta balas
• Pantun Jenaka
Pantun Jenaka adalah pantun yang bertujuan untuk menghibur orang yang mendengar, terkadang dijadikan sebagai media untuk saling menyindir dalam suasana yang penuh keakraban, sehingga tidak menimbulkan rasa tersinggung, dan dengan pantun jenaka diharapkan suasana akan menjadi semakin riang. Contoh:
Di mana kuang hendak bertelur
Di atas lata dirongga batu
Di mana tuan hendak tidur
Di atas dada dirongga susu
Elok berjalan kota tua
Kiri kanan berbatang sepat
Elok berbini orang tua
Perut kenyang ajaran dapat
Sakit kaki ditikam jeruju
Jeruju ada didalam paya
Sakit hati memandang susu
Susu ada dalam kebaya
Naik kebukit membeli lada
Lada sebiji dibelah tujuh
Apanya sakit berbini janda
Anak tiri boleh disuruh
Orang Sasak pergi ke Bali
Membawa pelita semuanya
Berbisik pekak dengan tuli
Tertawa si buta melihatnya
Jalan-jalan ke rawa-rawa
Jika capai duduk di pohon palm
Geli hati menahan tawa
Melihat katak memakai helm
Limau purut di tepi rawa,
buah dilanting belum masak
Sakit perut sebab tertawa,
melihat kucing duduk berbedak
jangan suka makan mentimun
karna banyak getahnya
hai kawan jangan melamun
melamun itu tak ada gunanya
• Pantun Kepahlawanan
Pantun kepahlawanan adalah pantun yang isinya berhubungan dengan semangat kepahlawanan
Adakah perisai bertali rambut
Rambut dipintal akan cemara
Adakah misai tahu takut
Kamipun muda lagi perkasa
Hang Jebat Hang Kesturi
Budak-budak raja Melaka
Jika hendak jangan dicuri
Mari kita bertentang mata
Kalau orang menjaring ungka
Rebung seiris akan pengukusnya
Kalau arang tercorong kemuka
Ujung keris akan penghapusnya
Redup bintang haripun subuh
Subuh tiba bintang tak nampak
Hidup pantang mencari musuh
Musuh tiba pantang ditolak
Esa elang kedua belalang
Takkan kayu berbatang jerami
Esa hilang dua terbilang
Takkan Melayu hilang dibumi
• Pantun Kias
Ayam sabung jangan dipaut
Jika ditambat kalah laganya
Asam digunung ikan dilaut
Dalam belanga bertemu juga
Berburu kepadang datar
Dapatkan rusa belang kaki
Berguru kepalang ajar
Bagaikan bunga kembang tak jadi
Anak Madras menggetah punai
Punai terbang mengirap bulu
Berapa deras arus sungai
Ditolak pasang balik kehulu
Kayu tempinis dari kuala
Dibawa orang pergi Melaka
Berapa manis bernama nira
Simpan lama menjadi cuka
Disangka nenas ditengah padang
Rupanya urat jawi-jawi
Disangka panas hingga petang
Kiranya hujan tengah hari
• Pantun Nasihat
Kayu cendana di atas batu
Sudah diikat dibawa pulang
Adat dunia memang begitu
Benda yang buruk memang terbuang
Kemuning ditengah balai
Bertumbuh terus semakin tinggi
Berunding dengan orang tak pandai
Bagaikan alu pencungkil duri
Parang ditetak kebatang sena
Belah buluh taruhlah temu
Barang dikerja takkan sempurna
Bila tak penuh menaruh ilmu
Padang temu padang baiduri
Tempat raja membangun kota
Bijak bertemu dengan jauhari
Bagaikan cincin dengan permata
Ngun Syah Betara Sakti
Panahnya bernama Nila Gandi
Bilanya emas banyak dipeti
Sembarang kerja boleh menjadi
Jalan-jalan ke kota Blitar
jangan lupa beli sukun
Jika kamu ingin pintar
belajarlah dengan tekun
• Pantun Percintaan
Coba-coba menanam mumbang
Moga-moga tumbuh kelapa
Coba-coba bertanam sayang
Moga-moga menjadi cinta
Limau purut lebat dipangkal
Sayang selasih condong uratnya
Angin ribut dapat ditangkal
Hati yang kasih apa obatnya
Ikan belanak hilir berenang
Burung dara membuat sarang
Makan tak enak tidur tak tenang
Hanya teringat dinda seorang
Anak kera di atas bukit
Dipanah oleh Indera Sakti
Dipandang muka senyum sedikit
Karena sama menaruh hati
Ikan sepat dimasak berlada
Kutunggu di gulai anak seberang
Jika tak dapat di masa muda
Kutunggu sampai beranak seorang
Kalau tuan pergi ke Tanjung
Kirim saya sehelai baju
Kalau tuan menjadi burung
Sahaya menjadi ranting kayu.
Kalau tuan pergi ke Tanjung
Belikan sahaya pisau lipat
Kalau tuan menjadi burung
Sahaya menjadi benang pengikat
Kalau tuan mencari buah
Sahaya pun mencari pandan
Jikalau tuan menjadi nyawa
Sahaya pun menjadi badan.
• Pantun Peribahasa
Berakit-rakit kehulu
Berenang-renang ke tepian
Bersakit-sakit dahulu
Bersenang-senang kemudian
Ke hulu memotong pagar
Jangan terpotong batang durian
Cari guru tempat belajar
Jangan jadi sesal kemudian
Kerat kerat kayu diladang
Hendak dibuat hulu cangkul
Berapa berat mata memandang
Barat lagi bahu memikul
Harapkan untung menggamit
Kain dibadan didedahkan
Harapkan guruh dilangit
Air tempayan dicurahkan
Pohon pepaya didalam semak
Pohon manggis sebasar lengan
Kawan tertawa memang banyak
Kawan menangis diharap jangan
• Pantun Perpisahan
Pucuk pauh delima batu
Anak sembilang ditapak tangan
Biar jauh dinegeri satu
Hilang dimata dihati jangan
Bagaimana tidak dikenang
Pucuknya pauh selasih Jambi
Bagaimana tidak terkenang
Dagang yang jauh kekasih hati
Duhai selasih janganlah tinggi
Kalaupun tinggi berdaun jangan
Duhai kekasih janganlah pergi
Kalaupun pergi bertahun jangan
Batang selasih mainan budak
Berdaun sehelai dimakan kuda
Bercerai kasih bertalak tidak
Seribu tahun kembali juga
Bunga Cina bunga karangan
Tanamlah rapat tepi perigi
Adik dimana abang gerangan
Bilalah dapat bertemu lagi
Kalau ada sumur di ladang
Bolehlah kita menumpang mandi
Kalau ada umurku panjang
Bolehlah kita bertemu lagi
• Pantun Teka-teki
Kalau tuan bawa keladi
Bawakan juga si pucuk rebung
Kalau tuan bijak bestari
Binatang apa tanduk dihidung ?
Beras ladang sulung tahun
Malam malam memasak nasi
Dalam batang ada daun
Dalam daun ada isi
Terendak bentan lalu dibeli
Untuk pakaian saya turun kesawah
Kalaulah tuan bijak bestari
Apa binatang kepala dibawah ?
Kalau tuan muda teruna
Pakai seluar dengan gayanya
Kalau tuan bijak laksana
Biji diluar apa buahnya
Tugal padi jangan bertangguh
Kunyit kebun siapa galinya
Kalau tuan cerdik sungguh
Langit tergantung mana talinya ?
Read more...
CONTOH SURAT
Pengertian Surat Secara umum
Surat adalah salah satu sarana komunikasi tertulis untuk menyampaikan informasi dari satu pihak (orang, instansi, atau organisasi) kepada pihak lain (orang, instansi, atau organisasi).
Jenis-Jenis Surat
Berdasarkan pemakaiannya surat dibagi atas tiga jenis, berikut.
1. Surat Pribadi
Surat pribadi adalah surat yang dipergunakan untuk kepentingan pribadi. Isi surat berhubungan dengan urusan pribadi. Contohnya surat seorang anak kepada orang tuanya atau surat kepada teman.
Surat Pribadi adalah Surat yang digunakan untuk kepentingan pribadi. Dapat juga dikatakan bahwa surat pribadi adalah surat yang dibuat dan dikirim seseorang kepada keluarga, teman, saudara atau seseorang yang sifatnya pribadi.
Ciri-ciri surat pribadi seperti berikut.
(1) Tidak menggunakan kop surat/kepala surat
(2) Tidak menggunakan nomor surat
(3) Salam pembuka dan penutup surat bervariasi
(4) Penggunaan bahasa bebas, sesuai dengan keinginan si penulis surat.
(5) Format surat bebas
2. Surat Resmi
Surat resmi ialah surat yang dipergunakan untuk kepentingan yang bersifat resmi, baik yang ditulis dari perseorangan, instansi, lembaga, maupun organisasi. Contohnya: surat undangan, surat pemberitahuan, dan surat edaran.
Surat Resmi adalah Surat yang digunakan untuk kepentingan resmi. Dapat juga dikatakan bahwa surat resmi adalah surat yang ibuat dan dikirim oleh suatu instansi/lembaga kepada seseorang atau instansi/lembaga lainnya.
Ciri-ciri surat resmi, seperti berikut.
(1) Menggunakan kepala surat jika yang mengeluarkannya adalah lembaga atau organisasi
(2) Menggunakan nomor surat, lampiran, dan perihal
(3) Menggunakan salam pembuka dan penutup yang lazim atau resmi, seperti: Assalamualikum, dengan hormat, hormat kami
(4) Menggunakan bahasa dengan ragam resmi atau baku
(5) Menggunakan cap/stempel jika berasal dari sebuah organisasi atau lembaga resmi
(6) Penulisan surat mengikuti format surat tertentu (tidak bebas)
3. Surat Dinas
Surat dinas ialah surat yang dipergunakan untuk kepentingan pekerjaan, tugas dari kantor, atau kegiatan dinas. Surat ini berasal dari instansi atau lembaga baik swasta maupun negeri. Contoh: surat tugas, surat perintah, memorandum, dan surat keputusan. Surat dinas yang berifat perseorangan ialah surat lamaran pekerjaan, surat permohonan izin, dan surat permohonan cuti.
Ciri-ciri surat dinas, seperti berikut.
(1) Menggunakan kop/kepala surat dan instansi atau lembaga yang bersangkutan
(2) Menggunakan nomor surat, lampiran, dan perihal
(3) Menggunakan salam pembuka dan penutup yang baku atau resmi, seperti : dengan hormat, hormat kami
(4) Menggunakan bahasa baku atau ragam resmi
(5) Menggunakan cap/stempel instansi atau kantor pembuat surat
(6) Format surat tertentu. Jika berasal dari instansi pemerintahan lazimnya menggunakan format surat resmi Indonesia baru atau format setengah lurus versi b.
Penggunaan Bahasa dalam Surat Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa penggunaan bahasa di dalam surat bergantung pada jenis pemakaian surat dan tujuan surat. Untuk surat pribadi, penggunaan bahasa bersifat subjektif, bergantung pada keinginan si penulisnya dan kepada siapa surat ditujukan. Menulis surat untuk orang tua tentu akan menggunakan bahasa lebih formal dan santun, berbeda dengan menulis surat untuk teman atau sahabat. Begitu pula dengan surat pribadi yang bersifat resmi seperti surat lamaran pekerjaan, surat permohonan izin, dan cuti. Meskipun bersifat pribadi, tapi karena ditujukan kepada sebuah instansi atau perusahaan tentu
penulis harus menggunakan bahasa yang resmi dan formal. Lain halnya dengan surat resmi dan surat dinas, penggunaan bahasa cenderung menggunakan kosakata baku dan struktur kalimat yang lengkap. Hal ini disebabkan karena surat resmi dan surat dinas dipergunakan untuk tujuan atau fungsi-fungsi yang bersifat resmi atau kedinasan.
Contoh surat pribadi:
Bandung, 1 Juni 2007
Menjumpai
Kakakku Wisnu
Di Jakarta
Assalamu’alaikum wr.wb.
Apa kabar, Kak? Sehat-sehat saja, kan? Maaf ya, Kak baru kali ini Rina baru bisa kirim kabar. Harap maklum, karena Rina sibuk belajar untuk menghadapi ujian akhir semester. Oh iya, bagaimana keadaan Kakak sekarang, mudah-mudahan selalu sehat juga baik-baik saja dan pekerjaan Kakak berjalan dengan lancar.
Ibu dan Bapak alhamdulillah kabarnya baik-baik saja. Mereka kirim salam buat Kakak dan mereka pesan supaya Kakak jaga kondisi tubuh dengan baik dan jangan lupa beribadah yang paling utama. Kak, Bapak dan Ibu sekarang aktif lho berolahraga. Mereka setiap pagi rajin jalan pagi, malah sekarang mereka ikut senam jantung sehat yang diadakan di lapangan RW kita. Kak, sebentar lagi, kan bulan Ramadhan. Kakak pulang ke Bandung atau tidak? Supaya kita bisa berkumpul kembali sama-sama berpuasa dan buka puasa bareng-bareng. Oh iya, Kak, kalau Kakak memang nggak bisa datang di bulan Ramadhan nanti, Rina harap kakak usahakan datang sebelum hari raya Idul Fitri, ya.
Kalau Kakak mau pulang ke Bandung, tolong sebelumnya kasih kabar dulu, ya. Supaya kita bisa jemput di stasiun. Kak, udahan dulu, ya. Kita di sini selalu berdoa kepada Allah supaya Kakak selalu diberikan kesehatan, kemudahan dalam pekerjaan, dan sukses selalu. Cukup sekian dulu, Kak, lain waktu disambung lagi.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Adikmu,
Ttd.
Read more...
CONTOH SURAT
Pengertian Surat Secara umum
Surat adalah salah satu sarana komunikasi tertulis untuk menyampaikan informasi dari satu pihak (orang, instansi, atau organisasi) kepada pihak lain (orang, instansi, atau organisasi).
Jenis-Jenis Surat
Berdasarkan pemakaiannya surat dibagi atas tiga jenis, berikut.
1. Surat Pribadi
Surat pribadi adalah surat yang dipergunakan untuk kepentingan pribadi. Isi surat berhubungan dengan urusan pribadi. Contohnya surat seorang anak kepada orang tuanya atau surat kepada teman.
Surat Pribadi adalah Surat yang digunakan untuk kepentingan pribadi. Dapat juga dikatakan bahwa surat pribadi adalah surat yang dibuat dan dikirim seseorang kepada keluarga, teman, saudara atau seseorang yang sifatnya pribadi.
Ciri-ciri surat pribadi seperti berikut.
(1) Tidak menggunakan kop surat/kepala surat
(2) Tidak menggunakan nomor surat
(3) Salam pembuka dan penutup surat bervariasi
(4) Penggunaan bahasa bebas, sesuai dengan keinginan si penulis surat.
(5) Format surat bebas
2. Surat Resmi
Surat resmi ialah surat yang dipergunakan untuk kepentingan yang bersifat resmi, baik yang ditulis dari perseorangan, instansi, lembaga, maupun organisasi. Contohnya: surat undangan, surat pemberitahuan, dan surat edaran.
Surat Resmi adalah Surat yang digunakan untuk kepentingan resmi. Dapat juga dikatakan bahwa surat resmi adalah surat yang ibuat dan dikirim oleh suatu instansi/lembaga kepada seseorang atau instansi/lembaga lainnya.
Ciri-ciri surat resmi, seperti berikut.
(1) Menggunakan kepala surat jika yang mengeluarkannya adalah lembaga atau organisasi
(2) Menggunakan nomor surat, lampiran, dan perihal
(3) Menggunakan salam pembuka dan penutup yang lazim atau resmi, seperti: Assalamualikum, dengan hormat, hormat kami
(4) Menggunakan bahasa dengan ragam resmi atau baku
(5) Menggunakan cap/stempel jika berasal dari sebuah organisasi atau lembaga resmi
(6) Penulisan surat mengikuti format surat tertentu (tidak bebas)
3. Surat Dinas
Surat dinas ialah surat yang dipergunakan untuk kepentingan pekerjaan, tugas dari kantor, atau kegiatan dinas. Surat ini berasal dari instansi atau lembaga baik swasta maupun negeri. Contoh: surat tugas, surat perintah, memorandum, dan surat keputusan. Surat dinas yang berifat perseorangan ialah surat lamaran pekerjaan, surat permohonan izin, dan surat permohonan cuti.
Ciri-ciri surat dinas, seperti berikut.
(1) Menggunakan kop/kepala surat dan instansi atau lembaga yang bersangkutan
(2) Menggunakan nomor surat, lampiran, dan perihal
(3) Menggunakan salam pembuka dan penutup yang baku atau resmi, seperti : dengan hormat, hormat kami
(4) Menggunakan bahasa baku atau ragam resmi
(5) Menggunakan cap/stempel instansi atau kantor pembuat surat
(6) Format surat tertentu. Jika berasal dari instansi pemerintahan lazimnya menggunakan format surat resmi Indonesia baru atau format setengah lurus versi b.
Penggunaan Bahasa dalam Surat Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa penggunaan bahasa di dalam surat bergantung pada jenis pemakaian surat dan tujuan surat. Untuk surat pribadi, penggunaan bahasa bersifat subjektif, bergantung pada keinginan si penulisnya dan kepada siapa surat ditujukan. Menulis surat untuk orang tua tentu akan menggunakan bahasa lebih formal dan santun, berbeda dengan menulis surat untuk teman atau sahabat. Begitu pula dengan surat pribadi yang bersifat resmi seperti surat lamaran pekerjaan, surat permohonan izin, dan cuti. Meskipun bersifat pribadi, tapi karena ditujukan kepada sebuah instansi atau perusahaan tentu
penulis harus menggunakan bahasa yang resmi dan formal. Lain halnya dengan surat resmi dan surat dinas, penggunaan bahasa cenderung menggunakan kosakata baku dan struktur kalimat yang lengkap. Hal ini disebabkan karena surat resmi dan surat dinas dipergunakan untuk tujuan atau fungsi-fungsi yang bersifat resmi atau kedinasan.
Contoh surat pribadi:
Bandung, 1 Juni 2007
Menjumpai
Kakakku Wisnu
Di Jakarta
Assalamu’alaikum wr.wb.
Apa kabar, Kak? Sehat-sehat saja, kan? Maaf ya, Kak baru kali ini Rina baru bisa kirim kabar. Harap maklum, karena Rina sibuk belajar untuk menghadapi ujian akhir semester. Oh iya, bagaimana keadaan Kakak sekarang, mudah-mudahan selalu sehat juga baik-baik saja dan pekerjaan Kakak berjalan dengan lancar.
Ibu dan Bapak alhamdulillah kabarnya baik-baik saja. Mereka kirim salam buat Kakak dan mereka pesan supaya Kakak jaga kondisi tubuh dengan baik dan jangan lupa beribadah yang paling utama. Kak, Bapak dan Ibu sekarang aktif lho berolahraga. Mereka setiap pagi rajin jalan pagi, malah sekarang mereka ikut senam jantung sehat yang diadakan di lapangan RW kita. Kak, sebentar lagi, kan bulan Ramadhan. Kakak pulang ke Bandung atau tidak? Supaya kita bisa berkumpul kembali sama-sama berpuasa dan buka puasa bareng-bareng. Oh iya, Kak, kalau Kakak memang nggak bisa datang di bulan Ramadhan nanti, Rina harap kakak usahakan datang sebelum hari raya Idul Fitri, ya.
Kalau Kakak mau pulang ke Bandung, tolong sebelumnya kasih kabar dulu, ya. Supaya kita bisa jemput di stasiun. Kak, udahan dulu, ya. Kita di sini selalu berdoa kepada Allah supaya Kakak selalu diberikan kesehatan, kemudahan dalam pekerjaan, dan sukses selalu. Cukup sekian dulu, Kak, lain waktu disambung lagi.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Adikmu,
Ttd.
Read more...
SEMANTIK BAHASA INDONESIA
BAB VI
RELASI MAKNA
A. Sinonimi
Secara etimologis, sinonimi berasal dari Yunani, yaitu onama yang berarti ‘nama’ dan syn yang berarti ‘dengan’. Berdasarkan asal-usul kata itu, sinonimi diartikan nama yang berbeda tetapi mengacu pada objek atau konsep yang sama. Contoh, ibu, emak, mama adalah mengacu kepada objek atau konsep yang sama, yaitu ‘orang tua perempuan’.
Meskipun makna satuan bahasa yang bersinonim itu umumnya sama, bentuk-bentuk yang bersinonim itu tetap memiliki nuansa perbedaan. Yang dimaksud nuansa perbedaan adalah perbedaan yang halus atau perbedaan yang tipis. Ullman (1985: 189) menyatakan secara tegas bahwa tidak ada satuan bahasa yang bersinonim secara mutlak. Kenyataan itu sesuai dengan prinsip semantik, yaitu bentuk yang berbeda mempunyai makna yang berbeda.
Sinonim tidak mutlak dapat dilihat pada contoh-contoh berikut ini. Contoh, meninggal dan mati bersinonim, tetapi ternyata tidak bersinonim di semua konteks. Dalam kalimat juru kunci makam itu sudah meninggal dan juru kunci makam itusudah mati kata meninggal dan kata mati dapat saling menggantikan sehingga bersinonim. Sebaliknya, dalam konteks kalimat pohon mangga saya sudah ..... kata meninggal dan mati tidak dapat saling menggantikan. Kalimat pohon mangga saya sudah mati bisa diterima. Sebaliknya, kalimat poho mangga sudah meninggal tidak dapat diterima.
B. Homonimi
Secara etimologis, homonimi berasal dari bahasa Yunani, yaitu homo yang berarti ‘sama’ dan onoma yang berarti ‘nama’. Berdasarkan etimologinya, homonimi dapat diartikan sebagai nama atau bentuk yang sama, tetapi mempunyai makna yang berbeda. Contoh, kata bisa dapat bermakna ‘dapat’ dan bermakna ‘racun’. Kata bisa itu bermakna ‘dapat atau bermakna ‘racun’ dapat diketahui secara pasti setelah kata bisa itu diletakkan dalam konteks kalimat.
Dalam kalimat Semua mahasiswa bisaˡ menjawab pertanyaan secara tepat, kata bisa bermakna ‘dapat’ Dalam kalimat bisa² ular itu sudah menyebar ke seluruh tubuh, kata bisa² bermakna ‘racun’. Kata bisa² yang bermakna ‘dapat’ adalah berkategori adverbia. Kata bisa² yang bermakna ‘racun’ berkategori nomina. Berdasarkan data di atas kata-kata yang berhomonim merupakan kata-kata yang berbeda.
C. Homofoni
Homofoni adalah bentuk hubungan satuan bahasa yang pelafalannya (bunyinya) sama, tetapi penulisannya berbeda dan maknanya pun berbeda. Satuan bahasa yang mempunyai hubungan homofoni disebut homofon. Contoh bank dengan bang, sanksi dengan sangsi mempunyai hubungan homofoni. Kata bank dengan ejaan b-a-n-k dilafalkan [baη] dengan makna ‘tempat menabung dan meminjam uang’. Kata bang dengan ejaan b-a-n-g juga dilafalkan [baη] dengan makna ‘kakak laki-laki. Kata bank dan bang merupakan kata yang berbeda yang mempunyai hubungan homofoni.
Perbedaan homonimi dan homofoni adalah kata-kata yang mempunyai hubungan homonimi ejaan sama dan pelafalannya (bunyinya) pun sama. Contoh bisaˡ ejaannya b-i-s-a dilafalkan [bisa]; bisa² ejaan b-i-s-a yang juga dilafalkan [bisa]. sebaliknya kat-kata yang mempunyai hubungan homofoni ejaannya berbeda, tetapi dilafalkan sama. Contoh sanksiˡ ejaannya s-a-n-k-s-i dilafalkan [saηsi]; kata sangsi ejaannya s-a-n-g-s-i juga dilafalkan [saηsi]. Persamaan antara homonimi dan homofoni adalah setiap kata yang mempunyai hubungan homonimi maupun homofoni mempunyai makna yang berbeda sehingga setiap anggota homonimi maupun homofini merupakan kata yang berbeda.
D. Homografi
Homografi adalah hubungan antara dua satuan bahasa atau lebih yang tulisannya sama, tetapi dilafalkan berbeda dan maknanya pun berbeda. Satuan bahasa yang mempunyai hubungan homografi disebut homograf. Contoh terasˡ dengan teras²; apelˡ dan apel²; mentalˡ dengan mental² merupakan satuan bahasa yang mempunyai hubungan homografi.kata terasˡ ditulis dengan huruf t-e-r-a-s yang dilafalkan [təras] dengan makna ‘inti atau tinggi’ seperti dalam kalimat sejumlah pejabat teras [təras] berkunjung di kota kami. Kata teras² ditulis dengan huruf t-e-r-a-s yang dilafalkan [teras] yang mempunyai makna ‘bagian bidang rumah di bagian luar yang tak berdinding yang biasanya untuk duduk-duduk’ seperti dalam kalimat aji dan arif sedang berada di teras [teras]. Kata terasˡ (adjektiva) yang bermakna ‘inti’ dan teras² (nomina) yang bermakna ‘bidang lantai rumah bagian luar, terbuka yang biasa untuk duduk-duduk’ merupakan kata yang berbeda.
Perbedaan homografi dengan homonimi adalah kata-kata yang mempunyai hubungan homografi ditulis dengan huruf yang sama, tetapi dilafalkan secara berbeda. Sebaliknya, kata-kata yang berhomonimi adalah kata-kata itu ditulis dengan huruf yang sama dan dilafalkan sama. Persamaan homografi dan homonimi adalah setiap kata-kata yang tergabung dalam kedua hubungan itu mempunyai makna yang berbeda sehingga merupakan kata yang berbeda.
Perbedaan antara homografi dan homofoni adalah kata-kata yang berhomografi ditulis dengan ejaan yang sama, tetapi dilafalkan secara berbeda. Sebaliknya, kata-kata yang tergabung dalam homofoni adalah kata-kata itu ditulis dengan huruf yang berbeda,tetapi dilafalkan sama. Persamaan antara homografi dan homofoni adalah setiap kata-kata yang mempunyai hubungan baik homografi maupun homofoni mempunyai makna yang berbedasehingga kata-kata itu merupakan kata yang berbeda.
E. Oposisi dan Antonimi
Secara paradikmatik, makna satuan bahasayang satu dengan yang lain dapat membentuk hubungan pertentangan makna atau kebalikan makna. Lyons (1997: 279) membedakan hubungan pertentangan makna menjadi dua yaitu oposisi dan antonomo. Oposisi adalah hubungan pertentangan makna antara satuan bahasa yang satu dengan yang lain yang tidak diikuti oleh perbedaan tingkat (gradasi). Lyons menyamakan oposisi ini dengan contradictories. Sebaliknya, antonimi adalah hubungan pertentangan makna atau kebalikan makna kata yang satu dengan makna kata yang lain yang mengandung perbedaan tingkat.
Kata ayah dengan ibu, hidup dengan mati, penjual dan pembeli, mempunyai hubugan oposisi karena kata-kata yang berpasangan itu mempunyai makna yang bertentangan atau berlawanan dan pertentangan atau perlawanan itu tidak mengandung gradasi. Contoh kata ayah ‘orang tua laki-laki’ berlawanan makna dengan kata ibu yang bermakna ‘orang tua perempuan’. Perlawana makna antara kata ayah dan ibu itu tidak mengandung gradasi atau peringkat,yang terbukti tidak lazim orang menyebut agak ayah atau agak ibu. Kata ayah dan ibu berlawanan makna secara mutlak sehingga bersifat komplementer atau saling melengkapi.
F. Hiponimi
Hiponimi berasal dari bahasa Yunani, yaituhypo yang berarti ‘dibawah’ dan onoma yang berarti ‘nama’. Secara etimologis, hiponimi dapat didefinisikan nama-nama yang berada dibawah nama tertentu. Kridalaksana (1993: 74) menjelaskan bahwa hiponimi adalah hubungan dalam semantik antara makna spesifik dan makna generik atau antara anggota taksonomi dan makna taksonomi, misalnya antara kucing, anjing, dan kambing disebut hiponim dari hewan; leksem hewan disebut disebut superordinat dari kucing, anjing, dan kambing. Kucing, anjing, dan kambing disebut kohiponim (sesama anggota hiponim dari nama atau kata tertentu).
G. Meronimi
Cruse (1986: 157 – 163) menjelaskan bahwa meronimi adalah hubungan butir leksikal yang satu dengan butir leksikal yang laindengan bentuk hubungan pokok dan bagian-bagiannya.
Perbedaan dan persamaan antara hiponimi dan meronimi adalah sebagai berikut ini. Meronimi merupakan hubungan kata umum - - khusus yang didasarkan pada hubungan pokok (keseluruhan) dengan bagian-bagiannya. Analisis hubungan meronimi menghasilkan suatu meronim yang merupakan nama-nama bagian dari keseluruhan bendaatau wujud tertentu. Sebaliknya, hiponimi adalah hubungan kata umum dan kata khusus berdasarkan hubungan atasan dan bawahannya. Hasil akhir analisis hiponimi adalah sejumlah hiponim yang berupa nama-nama suatu benda yang merupakan bawahan dari kata atau nama tertentu. Persamaan meronimi dan hiponimi adalah keduanya membentuk hubungan umum-khusus. Baik meronimi maupun hiponimi bermanfaat untuk menginfentarisasi berbagai leksem untuk entri suatu kamus. Hiponimi dan meronimi ini efektif untuk membentuk kamus rumpun atau kamus kelompok. Bagi siswa dan guru, konsep meronimi ini dapat digunakan sebagai cara untuk mengembangkan kosakata. Bagi pemakai bahasa secara umum, konsep meronimi dapat digunakan sebagai cara untuk memperluas kosakata dan memperdalam pemahaman tentang makna kata. Di samping itu, meronimi bermanfaat untuk melatih pemakai bahasa untuk melakukan penalaran dan klasifikasi secara tertib dan teliti.
H. Polisemi
Polisemi adalah kajian sebuah leksem atau sebuah satuan leksikal yang mempunyai makna lebih dari satu. Leksem atau satuan leksikal yang berpolisemi masih merupakan kata yang sama. Dengan kata laian, leksem-leksem yang berpolisemi itu mempunyai komponen makna dasar atau makna umum ang sama. Contoh, leksem kepala mempunyai komponen makna (+) mengendalikan, (+) terletak di atas/di depan, (+) manusia/hewan.
Perbedaan dan persamaan antara polisemi dan homonimi adalah sebagai berikut ini. Satuan leksikal yang berpolisemi maknanya masih sesua atau tidak bergeser dari makna dasarnya sehingga satuan leksikal yang berpolisemi merupakan leksem atau kata yang sama. Sebaliknya, satuan leksikal yang berhomonii maknanya berbeda sehingga satuan leksikal yang berhomonimi itu merupakan leksem atau kata yang berbeda. Persamaan antara polisemi dan homonimi adalah satuan leksikal baik yang berpolisemi maupun berhomonimi mempunyai bentuk yang sama, baik ejaan maupun pelafalannya.
BAB VII
KEAMBIGUITASAN DAN KERANCUAN MAKNA
A. Keambiguitasan makna
Keambiguitasan atau ketaksaan makna adalah kegandaan makna satuan bahasa yang disebabkan oleh struktur gramatikal satuan bahasa itu sehingga memungkinkan penafsiran ganda bagi pendengar atau penyimak (Kemson, 1995: 107 – 110). Contoh kalimat dukun melahirkan di tengah jalan adalah ambigu karena kalimat itu mengandung penafsiran ganda. Pertama kalimat dukun melahirkan di tengah jalan dapat ditafsirkan ‘orang yang mempunyai profesi sebagai dukunkhusu menangani orang melahirkan sedang beada di jalan. Kedua, kalimat dukun melahirkan di jalan dapat ditafsirkan ‘dukun sedang
Read more...
SINGKATAN bAKU
SINGKATAN BAKU
AQMS : Air Quality Monitoring System
ASS : Spekrometer Serapan Atom
AATHP : Agreement Transboundary Haze Pollution
ADB : Asian Development Bank
AFP : Asian Forest Partner
APBN : Anggaran Pembangunan Belanja Negara
API : Air Pollutant Index
APLI : Asosiasi Pengolah Limbah Indonesia
AL : Angkatan Laut
a.n. : Atas Nama
ATM : Anjungan Tunai Mandiri
Bpk : Bapak
BCA : Bank Central Asia
BEJ : Bursa Efek Jakarta
BES : Bursa Efek Surabaya
BH : Badan Hukum
BI : Bank Indonesia, Bahasa Indonesia
BK : Bung Karno
BKD : Badan Kepegawaian Daerah
BLBI : Badan Likuiditas Bank Indonesia
BNI : Bank Negara Indonesia
BPKP : Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan
BPPN : Badan Penyehatan PerbankanNasional
BPS : Biro Pusat Statistik
BRI : Bank Rakyat Indonesia
BRM : Bendara Raden Mas, gelar bangsawan putra di Kraton Yogyakarta
BSI : Bina Sarana Informatika
BTN : Bank Tabungan Negara
BTI : Barisan Tani Indonesia
BUMN : Badan Usaha Milik Negara
B3 : Bahan Berbahaya dan Beracun
BBG : Bahan Bakar Gas
BKKH : Balai Kliring Keanekaragaman Hayati
BKSDA : Balai Konservasi Sumber Daya Alam
BMAL : Baku Mutu Air Limbah
BMEU : Baku Mutu Emisi Udara
BMG : Badan Meteorologi dan Geofisika
BPLHD : Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah
BPN : Badan Pertanahan Nasional
BPO : Bahan Perusak Ozon
BPPT : Badan Pengkajian dan Penerapan Tenologi
dll : dan lain-lain
Dr. : Doktor (gelar akademik)
dr. : dokter (profesi)
Dra. : Doktoranda
Drs. : Doktorandus
DAS : Daerah Aliran Sungai
DB : Demam Berdarah; Database
DDIi : Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia
DIY : Daerah Istimewa Yogyakarta
DKI : Daerah Khusus Ibukota
DKJ : Dewan Kesenian Jakarta
DM : Diabetes Melitus
DPC : Dewan Perwakilan Cabang
DPD : Dewan Perwakilan Daerah
DPO : Daftar Pencarian Orang
DPR : Dewan Perwakilan Rakyat
DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
DPS : Daftar Pemilih Sementara
DPW : Dewan Pimpinan Wilayah
DAK : Dana Alokasi Khusus
DKP : Departemen Kelautan dan Perikanan
DME : Desa Mandiri Energi
GBK : Gelora Bung Karno
Gg : Gang
GNRHL : Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan
GRK : Gas Rumah Kaca
HKTI : Himpunan Kerukunan Tani Indonesia
HMI : Himpunan Mahasiswa Islam
HPBI : Himpunan Pencinta Bahasa Indonesia
HTI : Hisbut Tahrir Indonesia
HPH : Hak Penguasaan Hutan
ITB : Institut Teknologi Bandung
ITI : Institut Teknologi Indonesia
ITS : Institut Teknologi Sepuluh November
IPAL : Instalasi Pengolah Air Limbah
Ka. : Kepala
Kg : Kilogram
Km : Kilometer
KA : Kereta Api
KB : Keluarga Berencana
KKN : Kuliah Kerja Nyata
KKN : Korupsi Kolusi dan Nepotisme
KM : Kapal Motor
KIM : Kampanye Indonesia Menanam
KKH : Konvensi Keanekaragaman Hayati
KMA : Kriteria Mutu Air
KNLH : Kementrian Negara Lingkungan Hidup
LAN : Lembaga Administrasi Negara
LDII : Lembaga Dakwah Islam Indonesia
LEI : Lembaga Ekolabel Indonesia
LIPI : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
M. Hum. : Master Humaniora
M.A. : Mahkamah Agung
MADN : Majelis Adat Dayak Nasional
MLI : Masyarakat Linguistik Indonesia
M.M. : Magister Manajemen
MPR : Majelis Permusyawaratan Rakyat
MQ : Manajemen Qolbu
NIK : Nomor Induk Karyawan
NIP : Nomor Induk Pegawai
NIS : Nomor Induk Siswa
NISN : Nomor Induk Siswa Nasional
NU : Nahdatul Ulama
PGA : Pendidikan Agama
PKB : Partai Kebangkitan Bangsa
PKS : Partai Keadilan Sejahtera
PLN : Perusahaan Listrik Negara
PLTA : Pembangkit Listrik Tenaga Air
PLTD : Pembangkit Listrik Tenaga Diesel
PNS : Pegawai Negeri Sipil
PP : Peraturan Pemerintah
Rp : Rupiah
RCTI : Rajawali Citra Televisi Indonesia
RI : Republik Indonesia
RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
RUU : Rencana Undang-undang
SOP : Standard Operation Perusahaan
SD : Sekolah Dasar
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SMA : Sekolah Menengah Atas
SDM : Sumber Daya Manusia
SLHI : Status Lingkungan Hidup Indonesia
TK : Taman Kanak-kanak
TKI : Tenaga Kerja Indonesia
TNI : Tentara Nasional Indonesia
UU : Undang-undang
WTS : Wanita Tuna Susila
WTN : Wahana Tata Nugraha
ZEE : Zona Ekonomi Eksklusif
AKRONIM BAKU
Amdal : Analisi Mengenai Dampak Lingkungan
APRI : Angkatan Perang Republik Indonesia
APRA : Angkatan Perang Ratu Adil
AKABRI : Akademi Angkata Bersenjata Republik Indonesia
AKMIL : Akademi Militer
AKPOL : Akademi Polisi
AKPER : Akademi Perawat
ALUTSISTA : Alat Utama Sistem Senjata
Arema : Arek Malang
AURI : Angkatan Udara Republik Indoesia
Balitbang : Badan Penelitian dan Pengembangan
Bappeda : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Bappenas : Badan perencanaan Pembangunan Nasional
Bawasprop : Badan pengawas Provinsi
Bawasda : badan pengawas Daerah
Bandara : Bandar Undara
Binus : Bina Nusantara
Buser : Buru Sergap
BAKOSURTANAL : Badan Koordinasi Survei Pemetaan Nasional
Bapedalda : Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah
Dandim : Komandan Komando Distrik Militer
Danun : Daftar Nilai Ujian Nasional
Danrem : Komandan Komando Resor Militer
Depag : Departemen Agama
Depdagri : Departemen Dalam Negeri
Depdiknas : Departemen Pendidikan Nasional
Dephankan : Departemen Pertahanan Keamanan
Depkes : Departemen Kesehatan
Depkominfo : Departemen Komunikasi dan Informasi
Deplu : Departemen Luar Negeri
Depnaker : Departemen Tenaga Kerja
Dirut : Direktur Utama
Dubes : Duta Besar
Dufan : Dunia Fantasi
Dephut : Departemen kehutanan
Gelora : Gelanggang Olahraga
Gerhan : Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Hardiknas : Hari Pendidikan Nasional (2 Mei)
Hartiknas : Hari Kebangkitan Nasional (20 Mei)
Hiski : Himpunan sarjana Kesusastraan Indonesia
Jabar : Jawa Barat
Jabodetabek : Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi
Jagorawi : Jakarta Bogor Ciawi
Jakbar : Jakarta Barat
Jalinbar : Jalan Lintas Barat
Jamsostek : Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Kabidhumas : Kepala Bidang Hubungan Masyarakat
Kabin : Kepala Badan Intelijen Negara
Kapolda : Kepala Kepolisian Daerah
Kapolres : Kepala Kepolisian Resor
Kapolresta : Kepala Kepolisian Resor Kota
Kapoltabes : Kepala Kepolisian Kota Besar
Kapolri : Kepala Kepolisian Republik Indonesia
Kapolsek : Kepala Kepolisian Sektor
LAPAN : Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
Mabes : Markas Besar
Mendagri : Menteri Dalam Negeri
Mendiknas : Menteri Pendidikan Nasional
Menhan : Menteri Pertahanan
Monas : Monumen Nasional
Panwaslu : Panitia Pengawas Pemilihan Umum
Paspampres : Pasukan Pengamanan Presiden
Pelita : Pembangunan Lima Tahun
Pemilu : Pemilihan Umum
Perda : Peraturan Daerah
Polantas : Polisi Lalu-Lintas
Polairud : Polisi Air dan Udara
Polwan : Polisi Wanita
Poskamling : Pos Keamanan Lingkungan
Posko : Pos Komando
Posayandu : Pos Pelayanan Terpadu
Pusdiklat : Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat
Puskesdes : Pusat Kesehatan Desa
Read more...
Sabtu, 25 Mei 2013
Filologi
A. Pengertian Filologi
1.
Etimologi Kata Filologi
Filologi secara etimologis berasal dari bahasa Yunani philologia.
Philologia berasal dari dua kata, yaitu philos yang berarti ‘teman’
dan logos yang berarti ‘pembicaraan atau ilmu’. Berdasarkan
etimologinya, dua kata tersebut kemudian membentuk arti ‘senang berbicara’ atau
‘senang ilmu’. Arti ini kemudian berkembang menjadi senang belajar, senang
kepada ilmu, dan senang kepada hasil-hasil karya-karya tulis yang bermutu
tinggi, seperti karya sastra.
2.
Istilah Filologi
Filologi sebagai istilah, pertama
kali diperkenalkan oleh Erastothenes, dan
kemudian dipergunakan oleh sekelompok ahli dari Iskandariyah sejak abad
ke-3 S.M. Sekelompok ahli ini bekerja dengan tujuan untuk menemukan bentuk asli
teks-teks lama Yunani, dengan jalan menyisihkan kesalahan-kesalahan yang
terdapat di dalamnya. Sebagai istilah, filologi mempunyai definisi yang sangat
luas, dan selalu berkembang.
a.
Filologi sebagai Imu
Pengetahuan
Filologi pernah disebut sebagai L’etalage
de savoir ‘pameran ilmu pengetahuan’. Hal ini dikarenakan filologi membedah
teks-teks klasik yang mempunyai isi dan jangkauan yang sangat luas. Gambaran
kehidupan masa lampau, berserta segala aspeknya, dapat diketahui melalui kajian
filologi. Termasuk di dalamnya, berbagai macam ilmu pengetahuan dari berbagi
macam bidang ilmu.
b.
Filologi sebagai Ilmu Sastra
Filologi juga pernah dikenal
sebagai ilmu sastra. Hal ini dikarenakan adanya kajian filologi terhadap
karya-karya sastra masa lampau, terutama yang bernilai tinggi. Kajian filologi
semakin merambah dan meluas menjadi kajian sastra karena mampu mengungkap
karya-karya sastra yang bernilai tinggi.
c.
Filologi sebagai Ilmu Bahasa
Teks-teks masa lampau yang dikaji
dalam filologi, menggunakan bahasa yang berlaku pada masa teks tersebut
ditulis. Oleh karena itu, peranan ilmu bahasa, khususnya linguistik diakronis
sangat diperlukan dalam studi filologi.
d.
Filologi sebagai Studi Teks
Filologi sebagai istilah, juga
dipakai secara khusus di Belanda dan beberapa negara di Eropa daratan. Filologi
dalam pengertian ini dipandang sebagai studi tentang seluk-beluk teks, di
antaranya dengan jalan melakukan kritik teks.
Filologi dalam perkembangannya yang
mutakhir, dalam arti sempit berarti mempelajari teks-teks lama yang sampai pada
kita di dalam bentuk salinan-salinanya dengan tujuan menemukan bentuk asli teks
untuk mengetahui maksud penyusunan teks tersebut. Filologi dalam arti luas
berarti mempelajari kebudayaan, pranata, dan sejarah suatu bangsa sebagaimana
yang terdapat dalam bahan-bahan tertulis.
Mario Pei dalam bukunya yang berjudul Glossary of
Linguistic Terminology (1966) memberikan batasan bahwa filologi merupakan
ilmu dan studi bahasa yang ilmiah seperti yang disandang oleh linguistik pada
masa sekarang, dan apabila studinya dikhususkan pada teks-teks tua, filologi
memperoleh pengertian semacam linguistik historis (Baried, 1985: 3).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993: 277)
istilah filologi diartikan sebagai ilmu tentang bahasa, kebudayaan, pranata,
dan sejarah suatu bangsa sebagaimana terdapat di bahan-bahan tertulis.
Berbicara mengenai filologi, Soebadio (1991: 3) menyatakan bahwa filologi
adalah teknik telaah yang menyangkut masalah-masalah dalam naskah lama.
Filologi juga dapat diartikan sebagai telaah sastra (kesusastraan) dan ilmu
(disiplin) yang berkaitan dengan sastra atau bahasa yang dipakai dalam karya
sastra. Tetapi dalam perkembangannya telaah dengan teknis filologi kemudian
mendapat arti jangkauan yang lebih luas, yaitu dihubungkan dengan masalah-masalah
kebahasaan secara umum, termasuk bidang-bidang yang kini digolongkan bidang
linguistik, seperti tata bahasa, semantik, perubahan sandi, dan lain-lain.
Dewasa ini pengertian filologi telah menjadi lebih luas dan terarah, yaitu
meliputi telaah mengenai bahasa yang digunakan manusia (human speech), terutama
bahasa sebagai wahana sastra dan sebagai bidang studi yang dapat memberi
kejelasan mengenai sejarah kebudayaan (Soebadio, 1991: 3).
Sedangkan
Morgan L. Walters dalam Mulyani (1996: 109) menyatakan bahwa filologi adalah:
The study of the origin, relationship, development, etc. of
language. ‘penyelidikan tentang keaslian, hubungan, perkembangan, dan
sebagainya dari bahasa’.
Webster’s New International Dictionary menyatakan
bahwa filologi adalah ilmu bahasa dan studi tentang kebudayaan-kebudayaan
bangsa-bangsa yang beradab seperti diungkapkan terutama dalam bahasa, sastra,
dan agama mereka (Sutrisno, 1981: 8).
Groot Woordenboek der Nederlandse Taal dinyatakankan bahwa filologi adalah ilmu mengenai bahasa dan sastra
suatu bangsa, mula-mula berhubungan dengan bahasa dan sastra bangsa Yunani dan
Romawi, tetapi kemudian meluas kepada bahasa dan sastra bangsa lain seperti
bangsa Perancis, Spanyol, Portugis, Jerman, Belanda, Inggris, dan Slavia
(Sutrisno, 1981: 8).
Filologi juga diberi artian sebagai satu disiplin yang
berhubungan dengan studi terhadap hasil budaya manusia pada masa lampau
(Soeratno, 1990:1). Sedangkan Djamaris (1977: 20) menyatakan bahwa filologi
adalah suatu ilmu yang objek penelitiannya adalah manuskrip-manuskrip kuna.
Berbeda halnya dengan Bachtiar (1973: 1), yang memberikan batasan bahwa
filologi adalah pengetahuan mengenai naskah-naskah sastra. Di Indonesia, yang
dalam sejarahnya banyak dipengaruhi oleh bangsa Belanda, arti filologi mengikuti
penyebutan yang ada di negara Belanda, yaitu suatu disiplin yang mendasarkan
kerjanya pada bahan tertulis dan bertujuan mengungkapkan makna teks tersebut
dalam segi kebudayaan.
Filologi di Indonesia diterapkan pada teks-teks yang menggunakan
bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa daerah, seperti bahasa Melayu, Aceh, Batak,
Minangkabau, Sunda, Jawa, Bali, Bugis, dan lain-lain. naskah yang mendukung
teks dalam bahasa-bahasa tersebut
terdapat pada kertas atau lontar.
Filologi dalam Kamus Istilah Filologi (1977: 27), didefinisikan
sebagai “ilmu yang menyelidiki perkembangan kerohanian suatu bangsa dan
kekhususannya, atau yang menyelidiki kebudayaan berdasarkan bahasa dan
kesusastraannya”. Djamaris (1977: 20) memberikan pengertian yang lebih spesifik
mengenai filologi. Filologi diartikan sebagai suatu ilmu yang objek
penelitiannya adalah manuskrip-manuskrip kuna. Berdasarkan pendapat di atas,
dapat disimpulkan bahwa pengertian filologi
secara luas, adalah ilmu yang mempelajari perkembangan kebudayaan suatu
bangsa yang meliputi bahasa, sastra, seni, dan lain-lain. Perkembangan tersebut
dipelajari melalui hasil budaya manusia pada masa lampau berupa
manuskrip-manuskrip kuna yang kemudian diteliti, ditelaah, difahami, dan
ditafsirkan. Pengertian-pengertian filologi di atas, menggambarkan keluasan
jangkauan analisis filologi.
B.
Objek Penelitian
Filologi
Sasaran kerja penelitian filologi adalah naskah,
sedangkan objek kerjanya adalah teks (Baried, 1994: 6). Oleh karena itu, perlu
dibicarakan hal-hal mengenai seluk-beluk naskah dan teks.
1.
Pengertian naskah
Naskah merupakan objek kajian filologi
berbentuk riil, yang merupakan media penyimpanan teks. Baried (1994: 55),
berpendapat bahwa naskah adalah tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan
pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa masa lampau. Darusuprapta
(dalam Surono 1983: 1), memberikan definisi, bahwa naskah sering disamakan
dengan teks yang berasal dari bahasa Latin textua yang berarti ‘tulisan
yang mengandung isi tertentu’. Naskah juga dapat diberi pengertian sebagai
semua peninggalan tertulis nenek moyang kita pada kertas, lontar, kulit kayu,
dan rotan (Djamaris, 1977: 20). Naskah atau manuskrip, ditulis dengan
bahan-bahan yang beragam. Baried (1985: 6),
berpendapat bahwa bahan-bahan yang digunakan untuk menulis naskah antara
lain:
(1) karas yaitu papan atau batu tulis dengan alat yang dipakai untuk
menulisi tanah; (2) dluwang, atau kertas Jawa dari kulit kayu; (3) bambu yang
dipakai untuk naskah Batak; (4) kertas Eropa yang biasanya ada watermark atau
cap air.
Ismaun (1996: 4) menyatakan bahwa:
Naskah daerah seperti naskah Sunda dibuat dari daun lontar, janur,
daun enau, daun pandan, nipah, daluwang, dan kertas. Naskah Jawa pada
umumnya menggunakan lontar menggunakan bahan lontar (ron tal ‘daun tal’
atau ‘daun siwalan’), dluwang, yaitu kertas Jawa dari kulit kayu, dan
kertas. Sementara itu masih ada penggolongan jenis dluwang dan kertas
yang lebih rinci, seperti kertas gendong, kertas tela, kertas kop, dan kertas
bergaris. Bahan naskah (manuskrip) nampaknya tidak terbatas pada bahan-bahan
tersebut di atas, bahkan bahan naskah di wilayah nusantara lebih beragam
daripada di Jawa, seperti perkamen, kertas, bambu, lontar, kulit kayu, dan
lain-lain.
Keterangan di atas dapat memberikan
gambaran bahwa bahan naskah digolongkan dalam tiga golongan, antara lain: bahan
mentah dari bambu, kulit kayu, rontal dan daun palem lainnya. Bahan setengah
matang dengan proses sederhana, antara lain perkamen, dluwang, dan bahan
matang dengan proses sempurna seperti kertas Eropa. Kertas Eropa ini, pada abad
XVIII dan XIX mulai menggantikan dluwang karena kualitasnya lebih baik
untuk naskah di Indonesia. Alat yang digunakan untuk menulis naskah,
disesuaikan dengan bahan yang akan ditulisi. Bahan naskah mentah biasanya
menggunakan pisau seperti pengot di Jawa Barat dan pengutik di
Bali.
Naskah lama yang ditulis atau disalin
dengan tangan, dapat memberikan berbagai macam informasi mengenai naskah itu
sendiri maupun penulis dan penyalin naskah yang bersangkutan. Informasi
tersebut dapat dilihat dengan membandingkan: (1) keadaan tulisan. Tulisan yang
jelas, rapi, indah, dan tidak mengandung banyak kesalahan menunjukkan hasil
tulisan penulis atau penyalin yang berpengalaman, seperti penulis ahli pada
istana raja; (2) keadaan bahan naskah yang dapat digunakan sebagai gambaran
awal mengenai umur naskah (Soebadio, 1991: 4).
2.
Penggolongan Naskah
Keanekaragaman naskah tidak hanya
terdapat pada unsur fisik naskah seperti
keanekaragaman bahan yang digunakan untuk menulis naskah, jenis tinta yang
digunakan, keadaan tulisan naskah, dan lain-lain. Keanekaragaman juga terlihat
dalam jenis-jenis naskah yang ditulis. Sebagai contoh, misalnya penggolongan
naskah-naskah Jawa. Naskah Jawa sudah dikelompokkan dalam beberapa jenis.
Penjenisan naskah adalah pengelompokan naskah berdasarkan ragam-ragam tertentu
yang menjadi ciri kahas, sehingga berbeda dengan yang lain. Namun harus dimaklumi,
kadang-kadang tidak mudah untuk menentukan sebuah naskah termasuk jenis mana,
karena berbgai ragam yang dikandungnya.
Berikut ini adalah contoh-contoh
penjenisan naskah Jawa berdasarkan beberapa katalog dan pendapat para ahli:
Daftar yang disusun oleh Pigeaud (dalam
Soebadio 1991: 10) membagi naskah
menjadi beberapa macam, antara lain:
(1) naskah keagamaan yang meliputi berbagai jaman dan jenis atau
aliran agama dan kepercayaan; (2) naskah kebahasaan yang menyangkut ajaran
bahasa-bahasa daerah. Ada juga naskah yang memberi pengajaran bahasa yang
terselubung dengan memanfaatkan ajaran tata bahasa lewat cerita-cerita rakyat;
(3) naskah filsafat dan folklore; (4) naskah mistik rahasia, dalam hal ini
perlu diperhatikan secara khusus berbagai jenis naskah yang mengandung ajaran
filsafat dan mistik yang tidak dimaksudkan untuk umum, melainkan hanya
diajarkan kepada yang sudah termasuk kelompok “dalam” atau yang sudah dikenakan
“inisiasi”; (5) naskah mengenai ajaran dan pendidikan moral; (6) naskah
mengenai peraturan dan pengalaman hukum; (7) naskah mengenai keturunan dan
warga raja-raja; (8) bangunan dan arsitektur; (9) obat-obatan. Naskah tersebut
umumnya mengandung petunjuk mengenai ramuan obat-obatan tradisional yang
berdasarkan tumbuh-tumbuhan (jamu); terdapat juga naskah yang memberi petunjuk
mengenai cara pengobatan lewat jalan mistik, meditasi, yoga, dan sebagainya;
(10) perbintangan; (11) naskah mengenai ramalan; (12) naskah kesastraan, kisah
epik (kakawin) dan lain sebagainya; (13) naskah bersifat sejarah (babad), dan
sebagainya; (14) jenis-jenis lain yang
tidak tercakup dalam kategori-kategori di atas.
Girardet dan Soetanto (1983), mengelompokkan naskah
mula-mula dengan menggolongkan berdasarkan tempat
penyimpanannya. Misalnya di perpustakaan Kraton Surakarta, Pura Mangkunegaran,
Museum Radya Pustaka, Kraton Yogyakarta, Pura Pakualaman, Sanabudaya, dan
lain-lain. Kemudian dikelompokkan menurut jenis naskah, antara lain: (1) Chronicles,
Legends, and Myths; (2) Religion, Philosophy and Ethics; (3) Court
Affairs, Laws, Treaties and Regulations; (4) Text Books and Guides,
Dictionaries, and Encyclopaedias.
Behrend (1990: v-vii),mengelompokkan naskah
berdasarkan jenis sastranya, antara lain:
(1)
sejarah; (2) silsilah; (3)
hukum; (4) bab wayang; (5) sastra wayang; (6) sastra; (7) piwulang; (8) Islam;
(9) primbon; (10) bahasa; (11) musik; (12) tari-tarian; (13) adat-istidadat;
(14) lain-lain: teks-teks lain yang
tidak dimuat di bawah kategori-kategori lainnya.
Penjenisan Naskah
Jawa Berdasarkan Katalogus Naskah Verde antara lain:
(1) Puisi Epis; (2) Mitologi dan Sejarah
Legendaris; (3) Babad dan Kronik; (4) Cerita, Sejarah, dan Roman; (5) Karya-karya Dramatis, Wayang, Lakon; (6)
Karya-karya Kesusilaan dan Keagamaan; (7) Karya-karya Hukum, Kitab-kitab
Undang-undang; (8) Ilmu dan Pelajaran: Tata Bahasa, Perkamusan, Pawukun
(Astronomi), Sangkalan (Kronologi), Katuranggan; (9) Serba-serbi
Penjenisan Naskah
Jawa Berdasarkan Katalogus Naskah Juynboll:
(1) Prasasti-prasasti dan
Turunan-turunannya; (2) Syair Jawa Kuna (Kakawin); (3) Syair Jawa Pertengahan
dan Metrum Tengahan; (4) Syair Jawa Pertengahan dengan Metrum Macapat; (5) Syair Jawa Baru
dengan Metrum Macapat; (6) Prosa: Jawa
Kuna; Jawa Pertengahan; Jawa Baru.
Penjenisan Naskah
Jawa Berdasarkan Katalogus Brandes:
Katalogus Brandes terbit dalam empat jilid
(Brandes 1901, 1903, 1904, 1916). Penyajiannya tidak digolong-golongkan tetapi
dengan disusun berurutan mengikuti abjad
naskah. Jelasnya sebagai berikut: (1) Jilid I (1901) : Adigama sampai
dengan Ender; (2) Jilid II (1903) :
Gatotkacacarana dampai dengan
Putrupasaji; (3) Jilid III (1904) : Rabut Sakti sampai dengan Yusup; (4) Jilid IV (1916) : Naskah-naskah
tak berjudul.
Penjenisan Naskah
Jawa Berdasarkan Katalogus/ Daftar Naskah Poerbatjaraka:
Penjenisan naskah Jawa dalam
katalogus ini tidak dikelompok-kelompokkan, hanya disusun berdasarkan urutan
abjad naskah. Namun secara terpsisah sebenarnya Poerbatjarakan membuat uraian
khusus berdasarkan naskah-naskah Jawa yang
dikelompokkan penjenisannya sebagai berikut: (1) Naskah-naskah Panji;
(2) Naskah-naskah Menak; (3) Naskah-naskah Rengganis- Ambiya-Sastra Pesantren –
Suluk dan Primbon; (4) Kakawin; (5) Parwa; (6) Babad; (7) Kitab Undang-undang.
Khusus untuk penggolongan nomor 4 sampai dengan 7 hanya merupakan rencana
penggolongan naskah Jawa, tetapi samapai sekarang ini belum dapat terwujud.
Katalogus Ricklefs–VoorhoevRicklefs
dan Voorhoev menggolongkan naskah-naskah Jawa berdasarkan atas bahasa yang digunakan seara kronologis atau
dialektologis, sehingga terdapat penjenisan naskah Jawa sebagai berikut (1)
Naskah-naskah Jawa Baru; (2) Naskah-naskah Jawa Pertengahan; (3) Naskah-naskah
Jawa Kuna.
Naskah Jawa sendiri, jika
digolongkan berdasarkan kandungan isinya, menurut Pigeaud dalam Soebadio (1991:
10), antara lain adalah:
a.
Naskah Keagamaan yang meliputi berbagai jaman dan jenis atau aliran
agama dan kepercayaan.
b.
Naskah Kebahasaan yang menyangkut ajaran-ajaran bahasa-bahasa
daerah.
c.
Naskah Filsafat dan Folklore
d.
Naskah Mistik Rahasia
e.
Naskah mengenai ajaran dan pendidikan
moral
f.
Naskah mengenai peraturan dan
pengalaman hukum
g.
Naskah mengenai keturunan dan
warga raja-raja
h.
Naskah mengenai bagunan dan
arsitektur
i.
Naskah mengenai obat-obatan.
Naskah tersebut umumnya mengandung petunjuk mengenai ramuan obat-obatan tradisional
yang berdsarkan tumbuh-tumbuhan (jamu);
terdapat juga naskah yang memberi
petunjuk mengenai cara pengobatan lewat jalan mistik, meditasi, yoga, dan
lain-lain.
j.
Naskah mengenai arti
perbintangan. Naskah-naskah yang
bersangkutan lebih cenderung pada astrologi daripada astronomi.
k.
Naskah mengenai ramalan,
penjelasan impian, dan tanda-tanda yang
terdapat pada tubuh manusia, hewan, dan lain-lain.
l.
Naskah kesastraan, kisah epik
(kakawin), dan sebagainya. Naskah-naskah ini memberi informasi pula mengenai keadaan
negara dan alam pada jaman naskah disusun.
m.
Naskah bersifat Babad
(sejarah), dan lain-lain.
n.
Jenis-jenis lain yang tidak tercakup dalam kategori-kategori di
atas.
3.
Pengertian teks
Onions (dalam Darusuprapta 1984: 1),
mendefinisikan teks sebagai rangkaian kata-kata yang merupakan bacaan dengan
isi tertentu. Soeratno (1990: 4), menyebutkan bahwa teks merupakan informasi
yang terkandung dalam naskah, yang sering juga disebut muatan naskah. Ilmu yang
mempelajari tentang seluk-beluk teks disebut tekstologi, yang antara lain
meneliti penjelmaan dan penurunan teks sebuah karya sastra, penafsiran, dan
pemahamannya. Secara garis besar dapat disebutkan adanya tiga macam teks dalam
penjelmaan dan penurunannya, yaitu: (1) teks lisan (tidak tertulis); (2) teks
naskah (tulisan tangan); (3) teks cetakan (Baried, 1994: 58).
Pengertian naskah dan teks di atas dapat memberikan kesimpulan
mengenai perbedaan naskah dan teks. Naskah merupakan sesuatu yang konkret,
sedangkan teks menunjukkan pengertian sebagai sesuatu yang abstrak. Teks
merupakan kandungan atau muatan naskah, sedang naskah sendiri merupakan alat
penyimpanannya.
C.
Tujuan Filologi
Tujuan studi filologi dibagi menjadi dua, yaitu tujuan
umum dan tujuan khusus. Tujuan umum filologi yaitu: (1) memahami sejauh mungkin
kebudayaan suatu bangsa melalui hasil sastranya, baik lisan maupun tertulis;
(2) memahami makna dan fungsi teks bagi masyarakat penciptanya; (3)
mengungkapkan nilai-nilai budaya lama sebagai alternatif pengembangan
kebudayaan. Sedangkan tujuan khususya adalah: (1) menyunting sebuah naskah yang
dipandang paling dekat dengan teks aslinya; (2) mengungkap sejarah terjadinya
teks dan sejarah perkembangannya; (3) mengungkap resepsi pembaca setiap kurun
penerimaannya.
Secara khusus,
studi filologi sebagai suatu disiplin ilmu, mempunyai tujuan kerja tertentu.
Tujuan kerja filologi tersebut pada dasarnya bertitik tolak dari adanya
berbagai bentuk variasi teks (Soeratno, 1990: 3). Cara pandang mengenai
bentuk-bentuk variasi tersebut kemudian melahirkan dua konsep penelitian
filologi, yaitu konsep filologi tradisional dan konsep filologi modern.
Masing-masing konsep ini memiliki dua tujuan yang berbeda. Konsep filologi
tradisional, memandang variasi secara negatif (sebagai bentuk korup). Oleh
karena itu, penelitian filologi dengan konsep ini bertujuan untuk menemukan
bentuk asli atau bentuk mula teks, maupun yang paling dekat dengan bentuk mula
teks (Baried, 1994: 6-7).
Arti filologi di Indonesia mengikuti arti yang
tradisional yaitu filologi yang menitikberatkan penelitiannya kepada bacaan
yang rusak. Namun dalam perkembangannya mengarah pada pengertian filologi
modern, yaitu studi filologi yang memandang bahwa perbedaan-perbedaan yang ada
dalam berbagai naskah tersebut sebagai justru sebagai alternatif yang positif.
Varian-varian tersebut dipandang sebagai pengungkapan kegiatan yang kreatif
untuk memahami teks, menafsirkannya, membetulkan jika dipandang tidak tepat,
mengaitkan dengan ilmu bahasa, sastra, budaya, keagamaan, tata politik yang ada
pada zamannya. Dalam pandangan ini naskah dipandang sebagai dokumen budaya,
sebagai refleksi dari zamannya.
D.
Tempat Penyimpanan
Naskah Nusantara
Naskah yang memiliki keanekaragaman
jenis tersebut berjumlah sangat banyak. Sebagian naskah tersimpan di bagian
pernaskahan Perpustakaan Nasional Jakarta, gedung Kirtya Singaraja, Perpustkaan
Sanapustaka Kraton Surakarta, Perpustakaan Reksapustaka Pura Mangkunegaran
Surakarta, dan Perpustakaan Museum Radya Pustaka Surakarta, Perpustakaan
Fakultas Sastra UI, UNS, dan beberapa pemerintah daerah misalnya Banyuwangi,
dan Sumenep, perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Balai
Penelitian Bahasa, Jarahnitra, Rumah budaya Tembi Yogyakarta, Tepas Kapujanggan
Widyabudaya Kasultanan Yogyakarta, Perpustakaan Pura Pakualaman, Museum
Sanabudaya, Dewantara Kŗti Griya, perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya UGM, dan
lain-lain. “Selain dimiliki oleh beberapa lembaga milik pemerintah maupun
swasta, sebagian naskah lainnya masih tersimpan dalam koleksi pribadi yang
tersebar luas di segala lapisan masyarakat” (Darusuprapta, 1991: 2-3).
Kecuali di Indonesia, naskah-naskah teks
Nusantara juga tersimpan di museum-museum luar negeri. Misalnya di Malaysia,
Singapura, Brunai, Srilanka, Thailand, Mesir, Inggris, Jerman, Rusia, Austria,
Hongaria, Swedia, Afrika, Belanda, Irlandia, Amerika Serikat, Swiss, Denmark,
Norwegia, Polandia, Chekoslowakia, Spanyol, Italia, Perancis, Belgia, dan
lain-lain.
Langganan:
Postingan (Atom)